Selasa, 26 Januari 2016

Cengkerama Ceria Cinta




Sekalipun penuh derita wajah tetap berseri-seri; tertawa bagi orang Cinta adalah adat dan kebiasaan
Hidup ia tertawa mati pun ia tertawa seakan, karena gantinya adalah rahmat yang menyenangkan
Diam, penglihatan salah muncul karena terlalu sering bersoal-jawab
Hati para Kekasih Tuhan remuk tatkala mencoba menatap Wajah Sang Maha Asmara. Ingatkah akan kisah Musa (‘a.s.) tatkala memohon penglihatan atas-Nya? Tuhan adalah Keberadaan Mutlak, yang tak terliputi apa-pun bahkan tak terbatasi apa-pun, dan karena itu tak punya lawan dalam segala Sifat Hakiki-Nya. Dan karena itu, Ia tiada akan tercapai penglihatan apa pun, Ia tiada akan tersentuh pendengaran apa pun dan Ia tiada akan tersentuh pembatasan apa pun, pula Ia tiada akan tersentuh apa pun kecuali diri-Nya sendiri. Yaa Quduusu, Yaa Allahu, Yaa Huwa.
 Tabir terbesar penutup Wajah Tuhan adalah "keberadaan yang jamak". Dan di antara "keberadaan yang jamak", yang amat akrab dan intim adalah "keberadaan diri sendiri". Karena tak mungkin Tuhan dilihat kecuali oleh diri-Nya sendiri, karena yang ada hanyalah Ia Sendiri. Wahai Yang Menunjukkan atas Zat-Nya dengan Zat-Nya. Yaa man dalla ‘ala dzaatihi bidzaatihi. KeTunggalan Wujud-Nya Yang Hakiki adalah Ana (Aku) yang tak perlu terungkapkan dalam bahasa apa pun. Ana (Aku) dalam kemahaheningan bak gelap dasar palung samudera raya. Diam ! Demikian kata Maulana Rumi, semoga Allah senantiasa memuliakan ruh-nya. Penglihatan salah, tak lain kesesatan, muncul karena terlalu sering bersoal-jawab, yang tak lain adalah salah satu keterbelitan dalam samudera kejamakan.  Keberadaan jamak, yang sering disebut dengan mumkin al - wujud , tidak real. Dimitri yang gemuk, dimitri yang kaya, dimitri yang miskin, dimitri yang ini yang itu, saya dimitri dan lain-lain hanyalah buih-buih pembatasan percik air bahari, bukanlah Hakikat Bahari. Cinta (‘isyq) merupakan satu sifat essensial Zat, Yang Selalu Menarik Zat untuk menatapi Diri-Nya Sendiri Yang Maha Tersembunyi, Kuntu kanzan makhfiyyan.
Bagi orang-orang Cinta, menatap Wajah Tuhan adalah kenikmatan yang tak terhingga, sekaligus hakikat dari semua kenikmatan. Apa-apa yang tampak dari wujud, itulah yang disebut sifat-sifat Keindahan (atau Jamaliyyah) Tuhan. Sekilasan aroma tahi lalat Layla Sang Bidadari Malam memberikan pusaran kesejukan mahanikmat bagi para peCinta. Kugenggam sekeritingan rambut-Nya, saat bermain, karena tanpa itu kegilaan ini tak menghasilkan apa pun. Wajah-wajah pada hari itu berseri-seri, kepada Tuhan-Nya mereka menatap.
Wa allohu a’lam bi ash-showwab
Cengkerama Ceria Cinta (2)
                selama bayang-bayang Farah nan Cantik bersama kami, kehidupan ini seluruhnya menjadi arak-arakan yang gembira, selama arak kawan-kawan bersatu, demi Tuhan, cahaya memancar di tengah rumah, selama hati-hati bersejuk riaan, sebuah duri lebih baik dari seribu kurma, selama tidur di puncak jalan kekasih, bantal dan selimut kami adalah bintang tsuraya
Bayang-bayang (al-zhill) adalah perumpamaan yang tepat untuk semua alam maujud. Pelangi multi-warna terkandung dalam selarik putih cahaya mentari. Manis semua gincu terdapat dalam bibir merah itu sendiri. Lembut menebar warna bulu-bulu merak sungguh adalah gelora Keindahan Sang Maha Merak itu Sendiri. Sungguh Dia-lah, satu-satunya Cahaya Langit dan Bumi. Bagi Majnun terpenting baginya bukanlah ciuman Layla, atau senyuman Layla, tapi hati Layla dan bukan yang lain. Muwahhid sejati tak menginginkan apa pun kecuali Ia Sendiri. Maka tiada lah tampak segala sesuatu di alam mayapada ini kecuali seperti bayang-bayang. Tiupan sepoi angin adalah bayang-bayang Lembut Sentuhan-Nya. Sejuk-sejuk yang menerpa hati adalah bayang-bayang Sumber Mata Air Kecemerlangan-Nya. Cahaya mentari mungkin adalah bayang-bayang Cahaya-Nya. Arwah-arwah tak lain hanyalah tiupan Ruh-Nya. Kecantikan maha dahsyat Gadis Farah dari Libanon ataupun Sophia dari Italia hanyalah bayang alis lentik-Nya. Dunia adalah lautan perumpamaan, dan sungguh hanya Dia-lah yang diumpamakan.
Hanyasanya jika sebuah peribahasa mengumpamakan yang tampak dengan kata-kata, maka seluruh alam maujud mengumpamakan Yang Real dengan segala selain-Nya yang tak lain hanya Khayal semata. Oh malangnya nasibku. Selama bayang-bayang Farah nan cantik bersama kami, yakni selama pecinta menatap alam maujud ini seluruhnya sebagai bayang - bayang Dia Yang Maha Cantik, kehidupan ini seluruhnya menjadi arak-arakan yang gembira, pecinta akan mabok dalam Samudera Kesemarakan KeCantikan Ilahi.
Hati para pecinta yang bersatu bak suryakanta yang memfokuskan cahaya mentari, atau laser koheren yang menembus baja-baja. Kucinta Farah, kata ia. Kucinta Farah, kata aku. Kucinta Farah, kata kamu. Kucinta ia, kata mereka. Kucinta ….., kata kita semua. Aku ……., kata kita semua. Kita semua Satu Adanya. Kita semua Satu. Maka cengkerama para pecinta adalah seperti gadis cantik yang sedang memolesi dirinya dengan bedak dan gincu, kemudian mematut-matut dirinya didepan cermin. Hati para pecinta adalah cermin Segala Keindahan Kekasih. Debu-debu hati di sini malahan berfungsi sebagai bedak. Sedang bercak-bercak kehitamannya, bak tahi lalat Layla. Wahai Satu-Satunya Zat Yang Maujud, Tutupilah seluruh keburukan hatiku hingga nampak Indah bak Tahi Lalat Farah. Wangikanlah seluruh kebusukan hatiku hingga bak aroma melati ataupun minyak kesturi Wangi Nabi-Mu.
wa allohu a’lam bi ash-showab


Cengkerama Ceria Cinta (3)
                di siang hari Pangeran Rupawan berangkat ke medan perburuan -moga hati kami tertembus sasaran panah kilat-kemilau mataNya. pesan apa yang ia bisikkan mesra lewat kedipan mataNya-, moga klopak mataku terbuka, riang dan mabuk oleh  pesannya
KeMahaLuasan - Nya menggulung seluruh bahtera dan bahari, sungai dan samudera, bumi maupun segenap semesta. Sungguh Dia-lah Yang Maha Luas Rahmat-Nya, meliputi segala sesuatu, meleburkan seluruh batasan-batasan "rahmat-rahmat" maupun "azab-azab" yang terbatas dalam benak makhluknya. Wahai Ia Yang Maha Luas Ridha-Nya, Yang Maha Luas Ampunan-Nya, Yang Maha Luas Rizki-Nya, Yang Maha Luas Kasih-Nya, Yang Maha Luas dan meliputi segala. Sungguh Pecinta - Nya menyadari ke-faqr-an hakikinya, dan hanya Dia - lah Yang Maha Kaya lagi Terpuji. Maka ridho atas semua yang telah dikehendaki oleh Ia Yang Maha Luas Kasih dan Rahmat-Nya adalah manifestasi ke-faqr-an total manusia atas apa pun termasuk atas pengetahuan tentang apa yang sebenarnya lebih baik dan lebih sempurna bagi dirinya sendiri. Dan sungguh Ilmu -Nya, Rahmat-Nya, Sentuhan Lembut-Nya, KeMahaCantikan-Nya meliputi semua maujudat (semua yang ada).  Harapan akan rahmat-Nya yang berlipat ganda yang tercermin dalam perintah-Nya pada Nabi-Nya yang telah sangat mendalam ‘ilmunya untuk berdoa pada-Nya, robbii zidnii ‘ilman .. (Tuhanku, tambahkan bagiku ‘ilmu). Sangka baik (husnuzh-zhon) terus menerus pada-Nya merupakan tahapan awal yang benar untuk mencapai ke-ridho-an atas seluruh Yang Dikehendaki-Nya.. Yaa Allah, berilah aku tatapan atas Wajah - Mu nan Cemerlang, Yaa Allah, karuniakanlah aku Samudera Nikmat-Mu Yang Tiada Taranya, Yaa Allah, alirkanlah gelombang Cinta Pada Mu yang bergelora di aliran darah dan degup jantungku, Yaa Allah, karuniakanlah aku’ilmu tentang Rahasia-Rahasia Kendi Cinta-Mu, Yaa Allah ,……, Maka tatkala sesuatu yang terjadi kurang berkenan dengan yang di hati, sungguh sepatutnya kita bisikkan pada Nya, Yaa Allah Sungguh Keluasan RahmatMu tak terpahami oleh keterbatasan diriku dan kebodohan nafsuku, Duhai Tuhan Yang Maha Kasih. Yang tak punya apa pun kecuali pinta. Yang tak bisa apa pun kecuali meminta. Yang papa dari apa pun kecuali harapan. Yang tak bersuara apapun kecuali ratapan, memohon pada Tuanku Pangeran, Nan Gemerlapan meminta pada Rahmat Keabadian, Nang Kemilauan sekilasan pandangan mata Layla, buat Majnun tergeletak pingsan sekejapan keindahan kerlingan Tuan, buat hamba mati dengan senyuman. Maka Duhai Tuanku Pangeran, jika kau hendak berburu, jadikanlah aku kijang yang hendak Kau panah. Dan darah yang muncrat dari jantungku adalah kelojotan kasmaran hamba faqirMu ini. Sungguh panah kilatan asmaraMu adalah Ribuan Hikmah dan Keindahan, di dalamnya terdapat wewangian sang mahabidadari, sampaikanlah racun anggur cinta yang ada di ujung panah itu pada hatiku yang bodoh dalam kegelapan ini . di siang hari Pangeran Rupawan berangkat ke medan perburuan -moga hati kami tertembus sasaran panah kilat-kemilau mataNya pesan apa yang ia bisikkan mesra lewat kedipan mataNya-moga klopak mataku terbuka, riang dan mabuk oleh pesannya
Demi Kemuliaan Muhammad dan Keluarga Muhammad.
wa allohu a’lam bi ash-showab

Cengkerama Ceria Cinta (4)
                nyatanya lelaba bisa memangsa yang lebih besar dari dirinya, makanya apatah yang kan dimangsa Layla Nan Maha Rupawan lagi Mulia? Nyatanya wajah molek Farah putih memerah tanpa cela seluruhnya, makanya bagaimana pulalah Wajah Sang Jamilah nan bersinar terang di malam ceria, adakah Wamiz nan tak merindukan Azhra, adakah Romea yang tak merindukan Julia ? makanya bagaimana pulakah Rindu Sang Maha Cinta, "kuntu kanzan makhfiyyan", bisik mesra-Nya? Di cangkir ada anggur, bening mencermin hidung-dan-nafas - ku si penggila, lucu dan ria tampaknya, makanya bagaimana pulakah Kepayang Sang Maha Asmara, yang bernama Waduudah, tatkala berCinta? Bagaimana seekor laba-laba dapat menjaring mangsa yang lebih besar dari dirinya? Maka dapatkah pula seorang manusia menjaring Sang Maha Cantik lagi Rupawan dengan jejaring Cinta-nya? Maka apakah pula yang kan dimangsa oleh Ia Yang Maha Rupawan lagi Mulia? Jika seekor laba-laba menjaring mangsa yang lebih besar dari dirinya dengan serat-serabut jala-jala jaringnya? Maka bagaimana seorang faqr kusta menjaring Ratu Farah yang molek? Katakan pada Sang Ratu, duhai Ratu jangan tatapi kustaku, tak pula kurus tubuhku, tapi tatapilah bola mataku yang tenggelam di dalamnya Samudera Kecantikan-Mu. Di balik kesayuan tatapanku, tataplah Keindahan-Mu sendiri yang demikian menawan, juga merah pipimu dan tahi lalat-Mu. Bagaimana mungkin menjaring Wujud Muthlaq yang Maha Sempurna dalam Keagungan dan Kecantikan-Nya, dengan jaring-jaring apa-pun? Seorang Raja yang melewati dusun-dusun miskin, melihat pengemis bermangkok kosong, diberinya uang. Tatkala ia melihat seorang pengemis kurus tergeletak papa, didatanginya, disapanya, dan diberinya kasih sayang. Tatkala ia melihat seorang pengemis sekarat, diangkatnya pengemis tersebut untuk diobatinya. Karena dia adalah Raja yang agung lagi pengasih. Maka tatkala Wujud Muthlaq dijaring dengan kemiskinan, dikaruniakan-Nya rizki. Manakala Ia dijaring dengan ratapan mohon ampun, dikaruniakan-Nya ampunan. Tatkala Ia dijaring dengan kepapaan, dikaruniakan-Nya kecukupan. Maka orang bijak memilih diam , ‘uzlah, hingga mencapai ketiadaan. Tak ingin ia menjaring Tuhan dengan jaring apa pun. Sungguh segala karunia Wujud Muthlaq akan mengalir pada hamba-hamba yang telah mencapai pulau ketiadaan. Kullu syai’in haalikun illa wajhahu. Segala sesuatu akan sirna kecuali Wajah-Nya. Kullu man ‘alaihaa faan, wa yabqaa wajhu robbika dzu al-jalaali wa al-ikram. Semua yang ada di bumi itu akan binasa, dan tetap kekal Wajah TuhanMu Yang Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan. Wa ammaa man khoofa maqaama robbihi wa naha an-nafsa ‘ani al-hawa, fa inna al-jannata hiya al-ma’wa. Dan adapun orang-orang yang takut pada Kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal (nya).
Bukankah Amir al-mu`minin Imam ‘Ali (‘a.s.) telah berdoa; wahai Tiang bagi yang tak bertiang, wahai Penopang bagi yang tak berpenopang, wahai Simpanan bagi yang tak bersimpanan, wahai Pelindung bagi yang tak berpelindung, wahai Gua bagi yang tak bergua, wahak Perbendaharaan bagi yang tak berpendaharaan, wahai Pilar bagi yang tak berpilar, wahai Penolong bagi yang tak berpenolong, wahai Tetangga bagi yang tak bertetangga, wahai Tetangga dekatku, wahai Pilar kokohku, wahai Tuhanku dengan Tahqiq….Yaa, Tuhan dalam Lautan Puja Mu, jadikan aku PemujaMu, yang MemujiMu dengan diriMu dan kehendakMu dan qudrah maupun ‘iradahMu, dan jadikan aku Puja Puji Mu pada diriMu, duhai Kekasih Pujaan hati ! Demi Kemuliaan Muhammad dan Keluarganya Yang Suci
 wa allohu a’lam bi ash-showab


Cengkerama Ceria Cinta (5)
                Orang Cinta tak kenal duka ta pula nestapa, Tawa dan canda ria saja kesehariannya, bermajlis dengan wajahseyum dan tawa-tawa ringan, kasih dan silaturahim saja keberadaanya mengaduk air es manis yang segar sembari bergurau minum-minum ari bersama menjadi bak Anggur, Orang Cinta tak kenal jahat tak pula sengsara, di dalam majlis Wajah Ratu Yang Cantik saja lah yang menyala. Maka apakah sumber dari semua nestapa? Adalah fikiran, yang melayang-layang menimbulkan kehawatiran. Adalah awan-awan syak dan khayalan, yang berkata kenapa begini kepana begitu sedangkan mestinya begini dan begitu. Sedang Orang yang dimabuk Cinta pada Tuhan-nya, tak punya khayalan apa pun selain keindahan Tuhan semata. Ia tak melihat apa pun yang telah dan akan terjadi melainkan atas izin Kekasih. yang telah me"wujud"-kan setiap sesuatu dengan Cintanya yang teramat nikmat. Mereka mengatakan sungguh cubitan perih Farah Yang Ayu adalah kenikmatan, dan tamparannya tak beda dengan elusan, juga tangis keluhnya tak beda pula dengan senyuman, dan kemarahannya kepadaku adalah cemburu, yakni tanda cintanya. Ana ‘inda zhonnii ‘abdi. Aku (Allah) atas persangkaan hambku. Demikian sebuah Hadist Qudsi mengatakan. Maka Sang Penggila Cinta Ilahi, masuk kedalam Samudera Harapan yang indah-indah dari Kekasihnya, gelombang raja’ (harapan), bahari amal (angan-angan), palung-palung tamani’ (harapan yang teramat dalam bak angan-angan). Realitas di hadapannya adalah bak hujan RahmatNya dari langit seeprti lautan cahaya merah mud ayang tampak di mana-mana, dan tiada apa pun yang tak terliputinya. Realitas dihadapannya adalah Wajah Kekasih Yang Maha Cantik, yang berpendaraan di mana-mana, yang mencahayai segala sesuatu.
Apa-apa yang terwujud adalah Sifat-Sifat Jamaliyyah-Nya, Sifat-Sifat Keindahan-Nya, sedang apa-apa yang tidak kita ketahui, apa-apa yang tersembunyi, apa-apa yang termanifestasi adalah Sifat-Sifat Jalaliyyah-Nya. Sungguh Sifat Jalaliyyah-Nya tidaklah real, ia hanya muncul dari fikiran. Maka dikatakan rahmatMu mendahului murkaMu, ampunanMu mendahului siksaMu atau wahai Yang Maha Cepat Ridho-Nya. Demkianlah maka begi orang Cinta, tak kan menyentuhnya lagi khawatir tak pula kesedihan. Wajah-wajah pada hari itu ceria, kepada Tuhan-Nya mereka melihat. Ada ‘Muhammad ada ‘Ali (s.a.w.w.). Ada Musa ada Harun (‘a.s). Ada Ya’qub ada Yusuf (‘a.s). Ada ‘Ali ada Fatimah (‘a.s). Ada ‘Ali (‘a.s) ada Kumayl Ibn Ziyad (r.’a). dan seterusnya. Innama al-mu’minuuna ikhwah. Sesungguhnya mukmin itu bersaudara. Kasih-sayang (ar-rahiimu) di antara mereka adalah satu kemestian Dan merupakan salah satu manifestasi dari nama-Nya Ar-Rahiim. Karena Syamsuddin dari Tabriz mencitntai Sang Maha Sarah, demikian pula Jalaluddin dari Rum mencintai Sang Maha Sarah, maka Syamsuddin bersesuaian jiwanya dengan Jalaluddin, juga Jalaluddin pasti tanassub dengan Syamsuddin, maka jadilah Syamsuddin dari Tabriz Sahabat Sejati Jalaluddin Rumi sepanjnag hidupnya.
Bagi Zulaikha, Yusuf Sang Pangeran. Bagi "ali, Fatimah lah Snag Ratu.  Bagi Rumi, Syamsuddin lah Sang Maharaja. Bagi Muhyiddin Ibn Aarabi, Fathiman Cordoba lah Sang Ayu.Kasih-sayang dalam persaudaraan para peCinta seperti larik-larik cahaya yang berpantulan, dan qalbu para peCinta seperti cermin. Dari mana Wajah Kekasih mulai terpatut? Dari Hati Yang Teragung, haqiqat Muhammad (s.a.w.w.). Kemudian bergradasi turun ke cermin-cermin hari para Imam, para Nabi, para Malaikat muqorrobin, dan para shiddiqiin, kemudian para syuhada dan para sholihiin. Berungtulah orang yang bertemu dengan ruh-ruh suci ini dalam mimpinya ataupun dalam sadarnya. Seliuran cahaya terkadang menyialukan terkadang menyejikkan, semuanya adalah gambar-gambar Wajah Kekasih. Konon sampai di akhirat pun para peCinta hanyalah mencari gambar Wajah-Wajah Kekasih di pasar-pasar para bidadari. Maka, di dunia ini merak mencari Kesejukan dan Kecantikan-Nya melalui wasilah kasih-sayang sesama peCinta, yang tak lain adalah manifestasi dari Nama Kasih Khusus-Nya yakni Ar-rohiim Adakah gincu yang tak luntur dengan kecupan. Adakah wajah ayu tak peyot dengan cermin cembung. Aakah wajah nan tetap ealau cermin-cermin berpecahan. Adakah wajah yang tetap putih walau cermin-cermin berdebu.
Para peCinta menjawab, adalah Wajah-Nya yang kulihat dari "cermin" hati saudaraku di Fulan. Adalah Wajah-nYa yang kulihat dari "cermin" hai istetiku di Fulan. Adalah Wajah-Nya yang berpantulan di "cermin-cermin" hari berdebu para Saudara kami yang mulia. Maka betapa Indah dan sejuk hawa para peCinta. Bukankah Imam Khomeini telah bersya’ir, kutaktemukan kejernihan dalam majlis para darawisy, dalam tempat menyediri, tak ku dengan sapaan memanggil-Nya kutak baca buku-buku dari Sahabat di madrasah, di puncak menara, pun tak kulihat getar suara Yang Tercinta, ku tak singkap apa pun dalam lelembaran kitab, Dalam pelajaran Kitab Suci, ku tak dituntung kemanapun, kulewati usaiku di kuil, penuh dengan kesia-siaan, di antara sahabat, ku tak peroleh obat tak pula derita, pada lingkaran para pecinta ku kan pergi, dan di sana ada semilir sepir dari tanam pemilih hati, juga jejak-jeka, "Kami" dan "Aku" dari intelek adalah tali "ikal", itiada lagi "Aku" dan "Kami" dalam tapa sepi pemabuk.
Di kamar Hana Akiko, "Bunga Anak Terang", seorang geisha terekmukan di Kyoto, apa pun menjadi wangi dan memabukkan. Parfum-nya tak lain adalah keindahan dan kesempurnaan kecantikan Akiko, juga denting-denting shamishen yang dipetiknya. Seperti gelombang musim gugur, saat harapan-harapan berjatuhan. Atau seperti angin musim dingin, saat duka melanda. Atau seperti hangat musim semi, dan mekarnya Sakura-Sakura. Atau seperti panas lembab musim panas yang membakar dan terik, saat birahi menggelegak danpara lelaki pun kehausan. Demikian pula dalam majlis peCinta, apa pun akan memabukkan.karena semua bergerak dan berputar-putar mengitari Wujud Yang Maha Ayu. Karena di dalam majlis esensi-esensi dan nama-nama mulai berlenyapan. Tiada lagi "Kami", tiada lagi "Aku", yang ada hanyalah "Dia" Si Ayu Yang Senantiasa Bertabir. Maka teguklah segelas air es di sana, niscaya akan kau rasakan bak whisk dari ler, atau Heinekken dari Jerman.
Wa allhou a’lam bi ash-showab
Cengkerama Ceria Cinta (6)
                Orang Cinta tak kenal merana tak pula papa, kencan dan berpacaran saja urusannya, bermunajat dengan kepala terbalik dan bibir di toilet, mata penuh tangis tangis darah perawan, kepala senantiasa berada di kubangan pun di selokan pula, bibirnya dipenuhi dengan bekas kecupan, Orang Cinta mana kenal derita mana pula lara, sungguh Wajah Kekasih dan Bibirnya Yang Mendayu Merah dalam hatinya telah bersemayam
Bulan madu di atas pelangi, badan terasa mengawang-awang, dan bersama Ia, Sang Maha Jelita (al-jamiil) peCinta asyik ma`syuk. Allahu Akbar. Maha Besar Engkau Duhai Kekasih dalam KejelitaanMu, KeanggunanMu, KelembutanMu, KeSayanganMu. Sungguh sejadah ini adalah peraduanMu, dan tubuh jasmani- "ku" nan amat rapuh dan keropos ini adalah kendaraan bulan maduMu di mana keJelitaanMu memukauku dalam kemahafaqiran dan kemahadho`ifan ‘kesegalaanku" di alam yang penuh tarabir ini.
Sungguh dengan Fatihah, sorot indah cahaya KejelitaanMu Yang Tak terperikan berpendaran, Pujilah diriMu dengan Puja PujiMu dan jadikan aku sepercikan zarrah PujiMu atas JelitaMu, sungguh tak perlu Kau, duhai Laylaku atas semua puji, karena diriMu, jelitaMu, molekMu, indah tahi-lalatMu adalah SeIndah-Indah Puji dan Sesempurna-sempurna Puja. Qulhu yang selalu mengantar ke awang-awang tinggi, Kau-lah Sang Maha Dia, KejelitaanMu Tak Terperikan oleh apa-pun melainkan Larik-Larik KemahajelitaanMu sendiri.
Bestari tak kan ungkap luas bahari dengan sungai, maupun danau. Mentari tak kan singkap terangnya sendiri dengan lilin, maupun kunangtak kuasa ucap apapun, tangan pun di iris, para gadis karena Yusuf berandai, mereka terpukau tak hendak ungkap apa pun, hati bergeletar bak belibis, JelitaMu adalah JelitaMu, Wamiz berdendang
Kehidupan ini bagi peCinta hanyalah kencan dan berpacaran. Ditemani seorang Gadis Gemulai Yang MahaJelita, desahannya membuat hati berbunga-bunga. Ia senentiasa Diam seribu bahasa, amat sedikit bicaranya, membuat Pandang MataNya semakin menenung. Ia senantiasa Dekat dan duduk di sisiku, membuat purnama tampak tak terlalu terang, dan aku semakin suka suasana remang. Duhai Jelitaku, Kau lah satu-satunya keceriaan yang berlimpah, tak kuasa aku menatap WajahMu yang Maha Jelita ke segala arah, juga BibirMu Yang Demikian Indah Memerah, tak kuasa aku mendengar Cengkerama DiamMu yang membuat jiwaku melayang dalam alam misteri yang demikian dalam.
Bermunajat dengan kepala terbalik, sujud , dengan bibir di toilet, lisan pun hati pun percaya diri pun terlebur dalam lautan kefaqiran yang teramat asin. Ketakpunyaan apa pun di depan Kekasih. Tak membawa emas, tak juga mutiara, tak juga perak. Tak membawa amal, tak pula iman, tak juga ihsan. Tak membawa ketulusan, tak juga keikhlasan juga niat.Semua apa yang kuucapkan padaMu duhai Kekasih, adalah keluar dari bibir yang busuk dan lisan yang durhaka pula hati yang mahaegois. Tiada ketulusan apa pun dari aku si durjana ini, karena itu kubenturkan kepalaku yang penuh dengan makar dan senantiasa liar ini ke tanah, oh alangkah baiknya bila kulenyap saat ini, daripada menanggung malu di depan Kekasih.
Bedak dan gincu adalah topeng , bagi Laila Sang Maha Ranum, puji dan puja - ku pada Mu, bak toilet yang hendak mewangikan parfum
Mata penuh tangis darah perawan, penglihatan senantiasa melihat Yang Terpuji dalam bentuk-bentuk yang selalu membaharu, bal hum fii labsin min kholqin jadiidin. Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru. Nan Jelita namun senantiasa perawan, Nan Terang Ceria namun senantiasa bertabir awan, bila sekejapan mataMu jua telah membuat setetes menjadi bahari, maka bagaimana pula-lah putih pipiMu kan meletupkan lahar Gunung Asmara, juga keriting rambutMu, juga kerlingMu? Duhai Sang Maha Perawan, Yang Suci dan tak tersentuh apapun, Munfarid - Sendiri dalam KeSendirianMu Yang Mutlak, IndahMu Nan Suci membuat semua bergolak bak darah perjaka, dan hanya Kau-lah Layla Yang Dirindukan.
Kepala senantiasa berada di kubangan pun di selokan pula, bibirnya dipenuhi dengan bekas kecupan. FirmanNya; a lam yajidka yatiiman fa aawaa, wa wajadaka dhoollan fahaadaa, wa wajadaka ‘aa`ilan fa aghnaa. Bukankah Ia mendapati engkau dalam keadaan yatim lalu Ia melindungimu, Bukankah Ia mendapatimu sebagai seorang yang bingung(sesat), lalu Ia memberimu petunjuk. Dan Ia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Ia memberikan kecukupan. Sungguh Engkaulah Sang Maha Sarah Nan Jelita namun tak jijik kusta hamba, Yang Wangi pun tak menjauh bahkan mengelus aroma tak sedap hamba, Yang Maha Suci namun bahkan mengasihi jiwa lacur hamba,
Yang Senantiasa Memberi Kelembutan tanpa membutuhkan balasan apa pun. Imam ‘Ali(‘a.s.) merintihkan; Yaa man arqodanii fii mihaadi umnihi wa amaanih, wa aiqodhonii ilaa maa manahani bihi min minanihi wa ihsaanih, wa kaffa akuffas-suu`I ‘anniii biyadihii wa sulthoonih Duhai Yang meletakkan ku pada kemudahan dalam buaian keamanan dan perlindunganNya, dan Yang telah membangunkan aku pada karunia dan kebaikan Nya yang telah diberikan kepadaku, dan yang melindungi aku dari carak-cakar kejahatan dengan tanganNya dan kekuatanNya.
Sayyid Ruhullah Al-Musawi Khomeini telah bersya`ir;
tiada mana pun bagi ku , Duhai Sahabat, tapi adalah gang kecilMu, tiada apa pun dalam isi kepalaku, tapi debu-debu di pintuMu, di pintu kedai, kuil, masjid dan biara, ku telah jatuh dalam sujud, seolah kau menatap sekilas padaku, tiada masalah yang selesai di seminari, tak pula oleh ucapan syeiikh, buhulan kesulitanku kan dibuka oleh tatapanMu.
Manakala bayangan Kekasih Yang Jelita telah mengisi pandangan, maka orang Cinta merintih Indahnya KeJelitaanMu tak terperi oleh pandanganku, maka jadilah JelitaMu sebagai pandanganku, dan pandanglah JelitaMu dengan CantikMu sendiri, duhai Al-Jamiil. Dan dengarlah merdu suaramu dengan dendangMu sendiri, duhai Al-Jamiil. Dan pula kemericikan sungai rahmatMu rasakanlah dengan Sifat RahmanMu, Wahai Cahaya Yang Maha Kasih. Maka, hati atau hakikat atau ruh orang Cinta seluruhnya menjadi embel-embelNya semata.
Orang cinta tak kenal derita tak pula nestapa, karena Seluruh Realitas (baginya maupun sebenarnya) hanyalah Keindahan Keriting RambutNya ataupun Merah GincuNya. Sungguh Wajah Kekasih dan BibirNya Yang Merah Mendayu dalam hatinya telah bersemayam.
Telah kekal, wa yabqoo wajhu robbika dzu al-jalaali wa al-ikraam. Dan kekallah Wajah TuhanMu yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Imam Khomeini bersya`ir; dengan sekilasan pandang dariNya, mungkin setetes akan menjadi Bahari. Imam ‘Ali (‘a.s.) merintih; Yaa man tawahhada bi al-‘izzi wa al-baqa, wa qoharo ‘ibaadahu bi al-mauti wa al-fanaa`i. Wahai Nan Esa dalam KeMuliaan dan Kekekalan, dan menaklukkan hamba-hambaNya dengan maut dan kefanaan
Semua adalah Wujud, dan Wujud itu Sempurna, Semua adalah Sempurna. Realitas kemarin, esok maupun lusa, adalah Wujud, dan Sempurna. Cinta mengantar jiwa menuju altar, disitulah jiwa menjadi kepompong dan Sang Maha Jiwa tersingkap. Wujud adalah hakikat segala maupun belukar, Jelitanya adalah Esanya dalam segala nan tak terungkap.
Engkau Sendirian, Bertahta Sendirian, Bersemayam Sendirian, Bercengkerama Diam Sendirian, Dalam Samudera KeagunganMu, Wahai Tuhan Khidir dan Musa, Wahai Tuhan Muhammad dan ‘Ali, Wahai Tuhan Imam-Imam Yang Maksum, dan Wahai Tuhan Sekalian Alam.
Wa allohu a’lam bi ash-showab


Cengkerama Ceria Cinta (7)
                Orang Cinta tak kenal sajadah tak pula mihrab,
berkelana di bintang-bintang yang tinggi saja perjalanannya
menyelam ke dasar samudera kolam renang air matanya,
di situ didapatinya bintang bintang berkelipan
seperti kejap-kejap kejora mata Sang Maha Ayu,
bintang-bintang pun berkelipan di dasar samudera
Orang Cinta mana kenal gurita mana pula hiu,
samuderanya di penuhi ikan mas, ikan perak dan ikan mutiara, Tak Semua Samudera Mempunyai Mutiara

Dan melayanglah buaian Cinta Nan Sahdu hingga cahya binta-bintang nan tinggi terlampaui. Orang cinta tak dibatasi sejadah dan tak pula mihrab, ia telah terlepas dari sangkar formalisme syari’at, dan terbang melayang dengan sayap-sayap harapannya menuju langit Hakikat yang teramat biru.
Al-Ittihad al-‘aaqil wa al-ma’qul, kesatuan ( bukan persatuan) antara pemikir dan apa yang difikirkannya. Dalam kitab Nafasu Ar-Rohmaan, dikutip sebuah hadist qudsi; Ana ‘inda zhonnii ‘abdi bii, Aku sesuai dengan persangkaan hambaKu atasKu. Tuhan, yakni Sang Maha Realitas, adalah sesuai dengan apa yang ada dalam batin hambaNya. Pentingnya zhonn kepada -Nya ini mungkin yang dirintihkan oleh Kekasih para Mukminin, Ashdaqu-shiddiqqiin Imam ‘Ali bin Abi Thalib (‘a.s.) dalam doa Kumail Ibn Ziyadnya; Haihaata maa dzaalika zhonnu bika Jauh Engkau dari itu semua, bukanlah itu zhonn (persangkaan) atasMu.
Manakala Majnun senantiasa berfikir tentang Layla, maka Majnun menjadi Layla. Hidungnya menjadi seperti hidung Layla. Matanya menjadi keindahan dan kecantikan Layla itu sendiri. Maka, orang Cinta yang mabuk dalam bayang-bayang Keindahan Sang Maha Ayu, akan menjadi manifestasi Keindahan Sang Maha Ayu. Senyumnya demikian lembut seperti Sarah, hingga bayi-bayi pun akan menyukainya. Elusnya demikian romantis penuh getaran, hingga istri-istrinya pun akan merindukannya. Pembicaraannya demikian mendalam bergelora bak samudera hingga akan membangkitkan semangat-semangat pengorbanan yang terdalam. Gerak tubuhnya demikian harmoni dengan semesta hingga seolah awan pun menaunginya, tanah pun merindukan pijakannya, kemerisik daun-daun pohon jatuh mengiringinya seperti orkestra Moonlight Sonata yang demikian lembut atau Air on G String dari Bach. Desah nafasnya bak lagu Farsi, dar hawayat, mii parayam, mii parayam ruuze-syab (dalam hawaMu, aku terbang, aku terbang, di suatu malam).
Majnun demikian kumal tubuhnya,namun anehnya tiap debunya memancarkan wangi-wangian yang aneh. Tak diperoleh dengan parfum Perancis maupun Isfahan, tak dengan zat-zat kimia maupun zat-zat alami. Kesturi pun tak mampu menandinginya apa lagi misik maupun kenari. Hanya peCinta sajalah yang tahu itu adalah aroma darah hati dan air mata pengGila Cinta. Aroma debu-debu kulit Majnun adalah wangi tubuh Layla sendiri, dan tidak lain. Demikian cintanya In Tay kepada San Pek, hingga arak-arakan pengantin In Tay terseret badai dan In Tay tersedot oleh kuburan San Pek sang kekasihnya dan akhirnya terkubur pula bersamanya.
Kau dan aku, satu
Aku jauh, Engkau jauh
Aku dekat, Engkau dekat
Engkau mati, Aku pun mati
Sungguh Sang Maha Kekasih (Al-Waduudu) membius dan menenung segala zarrah yang maujud dengan ketakjuban atas Jelita-Nya Sendiri sesuai dengan Hadits Qudsi; kuntu kanzan makhfiyyan(Aku adalah perbendaharaan Yang Tersembunyi). Dia-lah Sang Maha Perawan nan senantiasa perawan, yang JelitaNya berpendaran pada segala namun tak tersentuh oleh segala.
Sifat-sifat Jalaliyyah-Nya seperti Yang Maha Keras SiksaNya, Yang Maha Menyesatkan tak mempunyai akar wujudiyyah. Hanyalah ciptaan fikiran saja. Sebagaimana yang dirintihkan oleh Baginda ‘Ali (‘a.s.), kekasih para mukminin, dalam doa Kumail Ibn Ziyad-nya; Haihaata anta akromu min ‘an tudhoyyi’a man robbaitah Jauh Engkau dari itu, Engkau Terlalu Mulia untuk mencampakkan orang yang engkau ayomi.
Menyelam ke dasar samudera kolam renang air matanya, yakni orang Cinta sering mengalami cobaan atau pun derita yang teramat dalam, namun malahan , di situ didapatinya bintang bintang (harapan) berkelipan Sungguh Orang Cinta memandang sakit sebagai nikmat, pahit sebagai obat, tamparan sebagai kecupan, cobaan sebagai janji mesra, kehilangan di dunia sebagai janji kencan, tetakan pedang musuh dalam bara pertempuran sebagai Kecupan Hangat Bibir Merah Kekasih, mati syahid sebagai Arak-Arakan Pengantin bersama Kekasih, penjara dunia sebagai Kebebasan Untuk Berkencan dengan Kekasih, sebagaimana dikisahkan Keluarga Rasul (s.a.a.w.) dalam hal Syahidnya Imam Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib (‘a.s.) cucu Rasulullah (s.a.a.w.) di padang Karbala, yakni agar Imam Husein(‘a.s.) mencapai Kedudukan Yang Amat Tinggi di sisi Kekasih AbadiNya, Sang Maha Ayu, yang tak mungkin dicapai kecuali dengan kesyahidan Beliau di Padang Karbala.
Seperti kejap-kejap kejora mata Sang Maha Ayu, bintang-bintang pun berkelipan di dasar samudera .Maka orang Cinta dipenuhi dengan Juta-juta bunga harapan dan persangkaan baik(husnu azh-zhonn) kepada KekasihNya Yang Abadi, tak lain adalah kepada Hakikat Semua Realitas yang dihadapinya. Seluruh samudera maknanya, seluruh Realitas yang dirasakannya, sampai ke palung rahasia terdalamnya adalah wewangian kesturi Asmara yang tiada terungkap uraian apa pun, ucapan apa pun maupun ungkapan apapun. Husnu azh-zhonn - nya berkelipan terus menyinari samudera kehidupannya dengan Harapan wa jannatin ‘ardhuha as-samaawaatu wa al-ardhu, u’iddat lil-muttaqiin, dan(kepada) surga yang (luasnya) seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.
Ke mana kucari, got selokan berbau parfum nan semerbak harum
Ke mana kucari, tulang-tulang teri yang senikmat coto Bugis
Ke mana kucari, airmata Ya`kub taklain Yusuf purnama senyum
Dalam hati orang Cinta, di mana lembut Asmaranya memancar magis !

Orang Cinta mana kenal hiu mana kenal gurita, samudera makna orang Cinta tak takut maupun was-was dengan kenyataan apa pun yang dihadapinya. Karena hakikat seluruh alam jasad adalah ruh, dan ruh ada di alam makna, maka semuanya ada di alam makna, dan sungguh hanya Dia-lah Kekasih Nan Maha Ayu yang adalah ahadiyyu al-ma’na. Hiu-hiu yang bertaring menjadi jinak karena Makna Sejatinya, gurita-gurita berbelalai yang menyebarkan kegelapan menjadi menerangi karena Makna Hakikinya, tak lain adalah Dia Gadis Sang Pembawa Cermin Yang Senantiasa Bersolek dengan Bedak JelitaNya sendiri dan Gincu AyuNya sendiri dan Berdandan dengan baju KeMahaMolekanNya sendiri. Tidak dikatakan olehnya taring menjadi indah bak bibir merah, namun apa pun adalah Bibir Merah dan titik. Tidak dikatakan gurita menjadi domba-domba jinak nan menyenangkan atau merpati yang manja, namun apa pun adalah Sang Maha Manja. Karena Dia-lah Semua Makna, KeTunggalan semua makna yang tak terperikan apa pun melainkan Indah-Nya Sendiri.
Samuderanya dipenuhi oleh ikan mas, ikan perak dan ikan mutiara, Tak Semua Samudera Memiliki Mutiara. Makna Realitas dalam ruh Orang Cinta maupun dalam imaji-imajinya adalah Keindahan gelinjang-gelinjang ikan-ikan yang berwarna-warni dan bersalam-salaman dengan gelembungnya. Seperti akuarium raksasa yang menyimban ribuan lumba-lumba bermata mutiara berkilauan, dan dapat berbicara dengan bahasa-bahasa diamnya maupun kerlingnya.
O, kasih, kauinginkan mutiara dan berlian, dan mengitari bazaar-bazaar ramai,
dan di situ apa yang kau temukan?
Sungguh mutiara-mutiara dan berlian di bazaar,
tak pernah luput dari iri, tamak dan loba.
Mutiara sejati? Adalah dalam samudera hatimu. Di dasarnya,
walau terapung jelas dan meliputi seluruh samudera
.
Janganlah mencari singa garang di taman safari,
karena di sana mereka enggan berlari,
tapi carilah harimau ganas di hutan rimba amazon,
kerna di sana mereka garang sendiri
.
Sungguh tak semua samudera memiliki mutiara,
namun hati orang Cinta senantiasa berkilauan
bak mata peri Cantik yang menenung,
ribuan perjaka hingga tercenung.
Hati dipenuhi imaji-imaji indah tentangNya. Ataukah imaji-imaji IndahNya ini yang telah menjadi hati itu sendiri ? Maka Ruh yang terus menerus mabuk dalam ingatan atas Wajah Cantik-Nya telah menjadi JelitaNya. Jiwa yang penuh harap atas AmpunanNya, menjadi harapan AmpunanNya. Dan menjadi AmpunanNya itu sendiri.
Mungkin inilah yang dimaksud oleh Syaikh Al-Akbar dengan "Tuhan "dicipta" dalam hati", atau yang disebut dalam sebuah riwayat bahwa Tuhan tak dapat ditampung langit dan bumi namun ia dapat ditampung oleh hati mukmin. Tuhan, yakni dalam maqom ZatNya Yang Maha Kudus, tak pernah terperikan oleh apa pun. Tapi Tuhan, yakni dalam maqom sebagai Tuhan Sekalian Alam (robb al-‘aalamiin) akan sesuai dengan apa-apa yang dibayangkan oleh marbub (baca; insan yang dituhaninya) kepadaNya.
Sungguh Tuhan adalah al-jam’u baina al-naqdayn , kumpulan dari sifat-sifat yang bertentangan. Dia-lah Al-qoriibu (Yang Maha Dekat), Dia pula-lah Al-ba’iidu(Yang Maha Jauh), maka dikatakan orang yang sedang berdoa mesti yakin bahwa Allah adalah Yang Maha Dekat, hingga Allah akan benar-benar menjadi Yang Maha Dekat dan akan mengabulkan doa-doanya. Wa idzaa sa`alaka ‘ibaadii ‘annii, fa innii qoriib, ujiibu ad-da’wata ad-daa’I idzaa da’aan. Dan ketika hambaku bertanya kepadamu tentang aku, maka sesungguhnya Aku dekat, ku kabulkan doa orang yang berdoa ketika mereka berdoa.
Seorang jahil mengatakan; kami tak membutuhkan syafa’at siapa pun, karena kami ingin diadili seadil-adilnya oleh Tuhan. Kami tidak ingin seperti anak kecil. Seorang dewasa harus bertanggung-jawab akan semua perbuatannya. Na’uudzubillaahi min dzaalik. Padahal para Nabi dan para Wali, tak ada satu pun yang berani berdoa Yaa Allah adililah kami seadil-adilnya, malahan mereka berdoa Yaa Allah Ampunilah dosa-dosa kami seluruhnya. Atau, Yaa Allah tutupilah semua kesalahanku. Atau, Yaa Allah tak kuharapkan apa pun kecuali karuniaMu. Betapa sombong orang yang mengharapkan diadili seadil-adilnya oleh Allah. Mereka benar-benar akan diadili oleh Allah sebagaimana keinginan mereka sendiri.
Innallooha yaghfirudz-dzunuuba jamii’a Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa seluruhnya. Dan bukankah junjungan kita YM Imam’Ali bin Abi Thalib (‘a.s.) merintihkan; am kaifa askunu fi an-naari wa rojaa `I ‘afwuka Mungkinkah ku - tinggal di neraka padahal harapanku adalah ampunan Mu. Di sini seolah disiratkan bahwa sekiranya masih ada harapan atas ampunan Nya, maka tak mungkin seseorang akan disiksa olehNya.
Duhai Yang Harapan KepadaNya adalah satu Pintaan
dan Pintaan KepadaNya tak pernah Ia Kecewakan
Duhai Yang Jeritan Sakit KepadaNya adalah satu Permohonan
dan Permohonan KepadaNya tak pernah Ia Patahkan
Duhai Yang kefaqiran hambaNya kepadaNya adalah satu Kemestian
dan tak pernah Ia jumpai kefaqiran melainkan Ia Cukupkan
Duhai Yang kepapaan dan kesalahan hambaNya adalah Keniscayaan
dan tak pernah Ia jumpa dengan dosa hambaNya melainkan Ia Sembunyikan

Bukankah salah satu akibat dosa yang terberat adalah putus harapan? Imam ‘Ali bin Abi Thalib YM menyebutkan dalam doa Kumail Ibn Ziyad, Allohummaghfiliya adz-dzunuuba allatii taqtho’u ar-roja` Allohummaghfirliya adz-dzunuuba allatii tunzilu al-bala`. Yaa Allah ampunilah diriku dari dosa-dosa yang memutuskan harapan. Yaa Allah ampunilah diriku dari dosa-dosa yang menurunkan bala`.Mungkin dapat diibaratkan dari doa tersebut bahwa putus harapan adalah sebab bencana. Ditinjau dari sudut pandang lain dapat dikatakan putus harapan-lah hakikat al-bala` atau bencana. Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin As-Sajjad (‘a.s.) berdoa; … laa arjuu illa fadhlahu… , tak kuharapkan apa pun kecuali karuniaNya. Kembali Imam ‘Ali bin Abi Thalib (‘a.s.) berseru kepada Allah, fa bi’izzatika istajib li du’aa`ii, waballighni munaaya, wa laa taqtho’ min fadhlika rojaa`ii.’ Demi KebesaranMu, perkenankan doaku, sampaikan diriku pada cita-citaku, jangan putuskan harapanku akan KaruniaMu
Maka, semoga hati sejahil-jahil makhluk dan hamba paling durhaka ini masih diisi penuh oleh sangka baik pada Sang Maha Jelita. Semoga relung-relungnya yang teramat kotor masih digeletarkan oleh Wahai hamba-hambaKu yang berlebihan atas dirinya janganlah berputus asa akan Rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa seluruhnya. Semoga ruh hamba yang nista ini meninggalkan raga ini dengan senyuman tangis harapan akan CintaNya, AmpunanNya dan Bahari RahmatNya, juga cangkir al-haudh Mushtofa dan keluarganya yang disucikan. (s.’a. w.w.).
seluruhnya kehidupan ini bak Rusa-Rusa bermata mutiara,
moga hatiku masih terbuka untuk menatap kejapan mata nya nan bak kejora
seluruhnya kehidupan ini bak padang perburuan rumput maupun sahara,
moga dadaku masih bergairah dan birahi nyalang untuk memanah ataupun terpanah Asmara
seluruhnya kehitupan ini bak Peri-Peri berwajah Cantik Membara,
moga rasaku masih bergelora dan membara untuk memeluk Wajah Molek
Sang Dara
seluruhnya kehidupan ini bak arak-arakan nan Gembira,
moga ceriaku masih b erkembangan bak bunga tulip untuk teriakkan yel-yel, Asmara ku slalu dibuai Asmara
wa allohu a’lam bi ash-showwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar