Sekalipun
penuh derita wajah tetap berseri-seri; tertawa bagi orang Cinta adalah adat dan
kebiasaan
Hidup
ia tertawa mati pun ia tertawa seakan, karena gantinya adalah rahmat yang
menyenangkan
Diam,
penglihatan salah muncul karena terlalu sering bersoal-jawab
Hati
para Kekasih Tuhan remuk tatkala mencoba menatap Wajah Sang Maha Asmara.
Ingatkah akan kisah Musa (‘a.s.) tatkala memohon penglihatan atas-Nya? Tuhan
adalah Keberadaan Mutlak, yang tak terliputi apa-pun bahkan tak terbatasi
apa-pun, dan karena itu tak punya lawan dalam segala Sifat Hakiki-Nya. Dan
karena itu, Ia tiada akan tercapai penglihatan apa pun, Ia tiada akan tersentuh
pendengaran apa pun dan Ia tiada akan tersentuh pembatasan apa pun, pula Ia
tiada akan tersentuh apa pun kecuali diri-Nya sendiri. Yaa Quduusu, Yaa
Allahu, Yaa Huwa.
Tabir
terbesar penutup Wajah Tuhan adalah "keberadaan yang jamak". Dan di
antara "keberadaan yang jamak", yang amat akrab dan intim adalah
"keberadaan diri sendiri". Karena tak mungkin Tuhan dilihat kecuali
oleh diri-Nya sendiri, karena yang ada hanyalah Ia Sendiri. Wahai Yang
Menunjukkan atas Zat-Nya dengan Zat-Nya. Yaa man dalla ‘ala dzaatihi
bidzaatihi. KeTunggalan Wujud-Nya Yang Hakiki adalah Ana (Aku) yang
tak perlu terungkapkan dalam bahasa apa pun. Ana (Aku) dalam
kemahaheningan bak gelap dasar palung samudera raya. Diam ! Demikian
kata Maulana Rumi, semoga Allah senantiasa memuliakan ruh-nya. Penglihatan
salah, tak lain kesesatan, muncul karena terlalu sering bersoal-jawab,
yang tak lain adalah salah satu keterbelitan dalam samudera kejamakan.
Keberadaan jamak, yang sering disebut dengan mumkin al - wujud ,
tidak real. Dimitri yang gemuk, dimitri yang kaya, dimitri yang miskin, dimitri
yang ini yang itu, saya dimitri dan lain-lain hanyalah buih-buih pembatasan
percik air bahari, bukanlah Hakikat Bahari. Cinta (‘isyq) merupakan satu
sifat essensial Zat, Yang Selalu Menarik Zat untuk menatapi Diri-Nya Sendiri
Yang Maha Tersembunyi, Kuntu kanzan makhfiyyan.
Bagi
orang-orang Cinta, menatap Wajah Tuhan adalah kenikmatan yang tak terhingga,
sekaligus hakikat dari semua kenikmatan. Apa-apa yang tampak dari wujud, itulah
yang disebut sifat-sifat Keindahan (atau Jamaliyyah) Tuhan. Sekilasan aroma
tahi lalat Layla Sang Bidadari Malam memberikan pusaran kesejukan mahanikmat
bagi para peCinta. Kugenggam sekeritingan rambut-Nya, saat bermain, karena
tanpa itu kegilaan ini tak menghasilkan apa pun. Wajah-wajah pada hari itu
berseri-seri, kepada Tuhan-Nya mereka menatap.
Wa
allohu a’lam bi ash-showwab
Cengkerama Ceria Cinta
(2)
selama bayang-bayang
Farah nan Cantik bersama kami, kehidupan ini seluruhnya menjadi arak-arakan
yang gembira, selama arak kawan-kawan bersatu, demi Tuhan, cahaya memancar di
tengah rumah, selama hati-hati bersejuk riaan, sebuah duri lebih baik dari
seribu kurma, selama tidur di puncak jalan kekasih, bantal dan selimut kami
adalah bintang tsuraya
Bayang-bayang
(al-zhill) adalah perumpamaan yang tepat untuk semua alam maujud.
Pelangi multi-warna terkandung dalam selarik putih cahaya mentari. Manis semua
gincu terdapat dalam bibir merah itu sendiri. Lembut menebar warna bulu-bulu
merak sungguh adalah gelora Keindahan Sang Maha Merak itu Sendiri. Sungguh
Dia-lah, satu-satunya Cahaya Langit dan Bumi. Bagi Majnun terpenting baginya
bukanlah ciuman Layla, atau senyuman Layla, tapi hati Layla dan bukan yang
lain. Muwahhid sejati tak menginginkan apa pun kecuali Ia Sendiri. Maka
tiada lah tampak segala sesuatu di alam mayapada ini kecuali seperti
bayang-bayang. Tiupan sepoi angin adalah bayang-bayang Lembut Sentuhan-Nya.
Sejuk-sejuk yang menerpa hati adalah bayang-bayang Sumber Mata Air
Kecemerlangan-Nya. Cahaya mentari mungkin adalah bayang-bayang Cahaya-Nya.
Arwah-arwah tak lain hanyalah tiupan Ruh-Nya. Kecantikan maha dahsyat Gadis
Farah dari Libanon ataupun Sophia dari Italia hanyalah bayang alis lentik-Nya. Dunia
adalah lautan perumpamaan, dan sungguh hanya Dia-lah yang diumpamakan.
Hanyasanya
jika sebuah peribahasa mengumpamakan yang tampak dengan kata-kata, maka seluruh
alam maujud mengumpamakan Yang Real dengan segala selain-Nya yang tak lain
hanya Khayal semata. Oh malangnya nasibku. Selama bayang-bayang Farah
nan cantik bersama kami, yakni selama pecinta menatap alam maujud ini
seluruhnya sebagai bayang - bayang Dia Yang Maha Cantik, kehidupan ini
seluruhnya menjadi arak-arakan yang gembira, pecinta akan mabok dalam
Samudera Kesemarakan KeCantikan Ilahi.
Hati
para pecinta yang bersatu bak suryakanta yang memfokuskan cahaya mentari, atau
laser koheren yang menembus baja-baja. Kucinta Farah, kata ia. Kucinta Farah,
kata aku. Kucinta Farah, kata kamu. Kucinta ia, kata mereka. Kucinta ….., kata
kita semua. Aku ……., kata kita semua. Kita semua Satu Adanya. Kita semua Satu.
Maka cengkerama para pecinta adalah seperti gadis cantik yang sedang memolesi
dirinya dengan bedak dan gincu, kemudian mematut-matut dirinya didepan cermin.
Hati para pecinta adalah cermin Segala Keindahan Kekasih. Debu-debu hati di
sini malahan berfungsi sebagai bedak. Sedang bercak-bercak kehitamannya, bak tahi
lalat Layla. Wahai Satu-Satunya Zat Yang Maujud, Tutupilah seluruh keburukan
hatiku hingga nampak Indah bak Tahi Lalat Farah. Wangikanlah seluruh kebusukan
hatiku hingga bak aroma melati ataupun minyak kesturi Wangi Nabi-Mu.
wa
allohu a’lam bi ash-showab
Cengkerama Ceria Cinta
(3)
di
siang hari Pangeran Rupawan berangkat ke medan perburuan -moga hati kami
tertembus sasaran panah kilat-kemilau mataNya. pesan apa yang ia bisikkan mesra
lewat kedipan mataNya-, moga klopak mataku terbuka, riang dan mabuk oleh pesannya
KeMahaLuasan
- Nya menggulung seluruh bahtera dan bahari, sungai dan samudera, bumi maupun
segenap semesta. Sungguh Dia-lah Yang Maha Luas Rahmat-Nya, meliputi segala
sesuatu, meleburkan seluruh batasan-batasan "rahmat-rahmat" maupun
"azab-azab" yang terbatas dalam benak makhluknya. Wahai Ia Yang Maha
Luas Ridha-Nya, Yang Maha Luas Ampunan-Nya, Yang Maha Luas Rizki-Nya, Yang Maha
Luas Kasih-Nya, Yang Maha Luas dan meliputi segala. Sungguh Pecinta - Nya
menyadari ke-faqr-an hakikinya, dan hanya Dia - lah Yang Maha Kaya lagi
Terpuji. Maka ridho atas semua yang telah dikehendaki oleh Ia Yang Maha
Luas Kasih dan Rahmat-Nya adalah manifestasi ke-faqr-an total manusia
atas apa pun termasuk atas pengetahuan tentang apa yang sebenarnya lebih baik
dan lebih sempurna bagi dirinya sendiri. Dan sungguh Ilmu -Nya, Rahmat-Nya,
Sentuhan Lembut-Nya, KeMahaCantikan-Nya meliputi semua maujudat (semua
yang ada). Harapan akan rahmat-Nya yang
berlipat ganda yang tercermin dalam perintah-Nya pada Nabi-Nya yang telah
sangat mendalam ‘ilmunya untuk berdoa pada-Nya, robbii zidnii ‘ilman ..
(Tuhanku, tambahkan bagiku ‘ilmu). Sangka baik (husnuzh-zhon) terus
menerus pada-Nya merupakan tahapan awal yang benar untuk mencapai ke-ridho-an
atas seluruh Yang Dikehendaki-Nya.. Yaa Allah, berilah aku tatapan atas Wajah -
Mu nan Cemerlang, Yaa Allah, karuniakanlah aku Samudera Nikmat-Mu Yang Tiada
Taranya, Yaa Allah, alirkanlah gelombang Cinta Pada Mu yang bergelora di aliran
darah dan degup jantungku, Yaa Allah, karuniakanlah aku’ilmu tentang
Rahasia-Rahasia Kendi Cinta-Mu, Yaa Allah ,……, Maka tatkala sesuatu yang
terjadi kurang berkenan dengan yang di hati, sungguh sepatutnya kita bisikkan
pada Nya, Yaa Allah Sungguh Keluasan RahmatMu tak terpahami oleh keterbatasan
diriku dan kebodohan nafsuku, Duhai Tuhan Yang Maha Kasih. Yang
tak punya apa pun kecuali pinta. Yang tak bisa apa pun kecuali meminta. Yang
papa dari apa pun kecuali harapan. Yang tak bersuara apapun kecuali ratapan,
memohon pada Tuanku Pangeran, Nan Gemerlapan meminta pada Rahmat Keabadian,
Nang Kemilauan sekilasan pandangan mata Layla, buat Majnun tergeletak pingsan
sekejapan keindahan kerlingan Tuan, buat hamba mati dengan senyuman. Maka
Duhai Tuanku Pangeran, jika kau hendak berburu, jadikanlah aku kijang yang
hendak Kau panah. Dan darah yang muncrat dari jantungku adalah kelojotan
kasmaran hamba faqirMu ini. Sungguh panah kilatan asmaraMu adalah Ribuan Hikmah
dan Keindahan, di dalamnya terdapat wewangian sang mahabidadari, sampaikanlah
racun anggur cinta yang ada di ujung panah itu pada hatiku yang bodoh dalam
kegelapan ini . di siang hari Pangeran Rupawan berangkat ke medan perburuan
-moga hati kami tertembus sasaran panah kilat-kemilau mataNya pesan apa yang ia
bisikkan mesra lewat kedipan mataNya-moga klopak mataku terbuka, riang dan
mabuk oleh pesannya
Demi
Kemuliaan Muhammad dan Keluarga Muhammad.
wa
allohu a’lam bi ash-showab
Cengkerama Ceria Cinta
(4)
nyatanya
lelaba bisa memangsa yang lebih besar dari dirinya, makanya apatah yang kan
dimangsa Layla Nan Maha Rupawan lagi Mulia? Nyatanya wajah molek Farah putih
memerah tanpa cela seluruhnya, makanya bagaimana pulalah Wajah Sang Jamilah nan
bersinar terang di malam ceria, adakah Wamiz nan tak merindukan Azhra, adakah
Romea yang tak merindukan Julia ? makanya bagaimana pulakah Rindu Sang Maha
Cinta, "kuntu kanzan makhfiyyan", bisik mesra-Nya? Di cangkir ada
anggur, bening mencermin hidung-dan-nafas - ku si penggila, lucu dan ria
tampaknya, makanya bagaimana pulakah Kepayang Sang Maha Asmara, yang bernama
Waduudah, tatkala berCinta? Bagaimana seekor
laba-laba dapat menjaring mangsa yang lebih besar dari dirinya? Maka dapatkah
pula seorang manusia menjaring Sang Maha Cantik lagi Rupawan dengan jejaring
Cinta-nya? Maka apakah pula yang kan dimangsa oleh Ia Yang Maha Rupawan lagi
Mulia? Jika seekor laba-laba menjaring mangsa yang lebih besar dari dirinya
dengan serat-serabut jala-jala jaringnya? Maka bagaimana seorang faqr kusta
menjaring Ratu Farah yang molek? Katakan pada Sang Ratu, duhai Ratu jangan
tatapi kustaku, tak pula kurus tubuhku, tapi tatapilah bola mataku yang
tenggelam di dalamnya Samudera Kecantikan-Mu. Di balik kesayuan tatapanku,
tataplah Keindahan-Mu sendiri yang demikian menawan, juga merah pipimu dan tahi
lalat-Mu. Bagaimana mungkin menjaring Wujud Muthlaq yang Maha Sempurna
dalam Keagungan dan Kecantikan-Nya, dengan jaring-jaring apa-pun? Seorang Raja
yang melewati dusun-dusun miskin, melihat pengemis bermangkok kosong, diberinya
uang. Tatkala ia melihat seorang pengemis kurus tergeletak papa, didatanginya,
disapanya, dan diberinya kasih sayang. Tatkala ia melihat seorang pengemis
sekarat, diangkatnya pengemis tersebut untuk diobatinya. Karena dia adalah Raja
yang agung lagi pengasih. Maka tatkala Wujud Muthlaq dijaring dengan
kemiskinan, dikaruniakan-Nya rizki. Manakala Ia dijaring dengan ratapan mohon
ampun, dikaruniakan-Nya ampunan. Tatkala Ia dijaring dengan kepapaan,
dikaruniakan-Nya kecukupan. Maka orang bijak memilih diam , ‘uzlah,
hingga mencapai ketiadaan. Tak ingin ia menjaring Tuhan dengan jaring apa pun.
Sungguh segala karunia Wujud Muthlaq akan mengalir pada hamba-hamba yang
telah mencapai pulau ketiadaan. Kullu syai’in haalikun illa wajhahu.
Segala sesuatu akan sirna kecuali Wajah-Nya. Kullu man ‘alaihaa
faan, wa yabqaa wajhu robbika dzu al-jalaali wa al-ikram. Semua yang
ada di bumi itu akan binasa, dan tetap kekal Wajah TuhanMu Yang Memiliki
Kebesaran dan Kemuliaan. Wa ammaa man khoofa maqaama robbihi wa naha
an-nafsa ‘ani al-hawa, fa inna al-jannata hiya al-ma’wa. Dan adapun
orang-orang yang takut pada Kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan
hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal (nya).
Bukankah
Amir al-mu`minin Imam ‘Ali (‘a.s.) telah berdoa; wahai Tiang bagi yang tak
bertiang, wahai Penopang bagi yang tak berpenopang, wahai Simpanan bagi yang
tak bersimpanan, wahai Pelindung bagi yang tak berpelindung, wahai Gua bagi
yang tak bergua, wahak Perbendaharaan bagi yang tak berpendaharaan, wahai Pilar
bagi yang tak berpilar, wahai Penolong bagi yang tak berpenolong, wahai
Tetangga bagi yang tak bertetangga, wahai Tetangga dekatku, wahai Pilar
kokohku, wahai Tuhanku dengan Tahqiq….Yaa, Tuhan dalam Lautan Puja Mu,
jadikan aku PemujaMu, yang MemujiMu dengan diriMu dan kehendakMu dan qudrah
maupun ‘iradahMu, dan jadikan aku Puja Puji Mu pada diriMu, duhai Kekasih
Pujaan hati ! Demi Kemuliaan Muhammad dan Keluarganya Yang Suci
wa allohu a’lam bi ash-showab
Cengkerama Ceria Cinta
(5)
Orang
Cinta tak kenal duka ta pula nestapa, Tawa dan canda ria saja kesehariannya,
bermajlis dengan wajahseyum dan tawa-tawa ringan, kasih dan silaturahim saja
keberadaanya mengaduk air es manis yang segar sembari bergurau minum-minum ari
bersama menjadi bak Anggur, Orang Cinta tak kenal jahat tak pula sengsara, di
dalam majlis Wajah Ratu Yang Cantik saja lah yang menyala. Maka
apakah sumber dari semua nestapa? Adalah fikiran, yang melayang-layang
menimbulkan kehawatiran. Adalah awan-awan syak dan khayalan, yang berkata
kenapa begini kepana begitu sedangkan mestinya begini dan begitu. Sedang Orang
yang dimabuk Cinta pada Tuhan-nya, tak punya khayalan apa pun selain keindahan
Tuhan semata. Ia tak melihat apa pun yang telah dan akan terjadi melainkan atas
izin Kekasih. yang telah me"wujud"-kan setiap sesuatu dengan
Cintanya yang teramat nikmat. Mereka mengatakan sungguh cubitan perih Farah
Yang Ayu adalah kenikmatan, dan tamparannya tak beda dengan elusan, juga tangis
keluhnya tak beda pula dengan senyuman, dan kemarahannya kepadaku adalah
cemburu, yakni tanda cintanya. Ana ‘inda zhonnii ‘abdi. Aku (Allah) atas
persangkaan hambku. Demikian sebuah Hadist Qudsi mengatakan. Maka Sang Penggila
Cinta Ilahi, masuk kedalam Samudera Harapan yang indah-indah dari Kekasihnya,
gelombang raja’ (harapan), bahari amal (angan-angan), palung-palung tamani’
(harapan yang teramat dalam bak angan-angan). Realitas di hadapannya adalah bak
hujan RahmatNya dari langit seeprti lautan cahaya merah mud ayang tampak di
mana-mana, dan tiada apa pun yang tak terliputinya. Realitas dihadapannya
adalah Wajah Kekasih Yang Maha Cantik, yang berpendaraan di mana-mana, yang
mencahayai segala sesuatu.
Apa-apa
yang terwujud adalah Sifat-Sifat Jamaliyyah-Nya, Sifat-Sifat Keindahan-Nya,
sedang apa-apa yang tidak kita ketahui, apa-apa yang tersembunyi, apa-apa yang
termanifestasi adalah Sifat-Sifat Jalaliyyah-Nya. Sungguh Sifat Jalaliyyah-Nya
tidaklah real, ia hanya muncul dari fikiran. Maka dikatakan rahmatMu
mendahului murkaMu, ampunanMu mendahului siksaMu atau wahai Yang Maha
Cepat Ridho-Nya. Demkianlah maka begi orang Cinta, tak kan menyentuhnya
lagi khawatir tak pula kesedihan. Wajah-wajah pada hari itu
ceria, kepada Tuhan-Nya mereka melihat. Ada ‘Muhammad ada ‘Ali (s.a.w.w.).
Ada Musa ada Harun (‘a.s). Ada Ya’qub ada Yusuf (‘a.s). Ada ‘Ali ada Fatimah
(‘a.s). Ada ‘Ali (‘a.s) ada Kumayl Ibn Ziyad (r.’a). dan seterusnya. Innama
al-mu’minuuna ikhwah. Sesungguhnya mukmin itu bersaudara. Kasih-sayang
(ar-rahiimu) di antara mereka adalah satu kemestian Dan merupakan salah
satu manifestasi dari nama-Nya Ar-Rahiim. Karena Syamsuddin dari Tabriz
mencitntai Sang Maha Sarah, demikian pula Jalaluddin dari Rum mencintai Sang
Maha Sarah, maka Syamsuddin bersesuaian jiwanya dengan Jalaluddin, juga
Jalaluddin pasti tanassub dengan Syamsuddin, maka jadilah Syamsuddin
dari Tabriz Sahabat Sejati Jalaluddin Rumi sepanjnag hidupnya.
Bagi
Zulaikha, Yusuf Sang Pangeran. Bagi "ali, Fatimah lah Snag Ratu. Bagi Rumi, Syamsuddin lah Sang Maharaja. Bagi
Muhyiddin Ibn Aarabi, Fathiman Cordoba lah Sang Ayu.Kasih-sayang
dalam persaudaraan para peCinta seperti larik-larik cahaya yang berpantulan,
dan qalbu para peCinta seperti cermin. Dari mana Wajah Kekasih mulai
terpatut? Dari Hati Yang Teragung, haqiqat Muhammad (s.a.w.w.). Kemudian
bergradasi turun ke cermin-cermin hari para Imam, para Nabi, para Malaikat
muqorrobin, dan para shiddiqiin, kemudian para syuhada dan para sholihiin.
Berungtulah orang yang bertemu dengan ruh-ruh suci ini dalam mimpinya ataupun
dalam sadarnya. Seliuran cahaya terkadang menyialukan terkadang menyejikkan,
semuanya adalah gambar-gambar Wajah Kekasih. Konon sampai di akhirat pun para
peCinta hanyalah mencari gambar Wajah-Wajah Kekasih di pasar-pasar para
bidadari. Maka, di dunia ini merak mencari Kesejukan dan Kecantikan-Nya melalui
wasilah kasih-sayang sesama peCinta, yang tak lain adalah manifestasi
dari Nama Kasih Khusus-Nya yakni Ar-rohiim Adakah
gincu yang tak luntur dengan kecupan. Adakah wajah ayu tak peyot dengan cermin
cembung. Aakah wajah nan tetap ealau cermin-cermin berpecahan. Adakah wajah
yang tetap putih walau cermin-cermin berdebu.
Para peCinta
menjawab, adalah Wajah-Nya yang kulihat dari "cermin" hati saudaraku
di Fulan. Adalah Wajah-nYa yang kulihat dari "cermin" hai istetiku di
Fulan. Adalah Wajah-Nya yang berpantulan di "cermin-cermin" hari
berdebu para Saudara kami yang mulia. Maka betapa Indah dan sejuk hawa para
peCinta. Bukankah Imam Khomeini telah bersya’ir, kutaktemukan kejernihan dalam majlis para darawisy,
dalam tempat menyediri, tak ku dengan sapaan memanggil-Nya kutak baca buku-buku
dari Sahabat di madrasah, di puncak menara, pun tak kulihat getar suara Yang
Tercinta, ku tak singkap apa pun dalam lelembaran kitab, Dalam pelajaran Kitab
Suci, ku tak dituntung kemanapun, kulewati usaiku di kuil, penuh dengan
kesia-siaan, di antara sahabat, ku tak peroleh obat tak pula derita, pada
lingkaran para pecinta ku kan pergi, dan di sana ada semilir sepir dari tanam
pemilih hati, juga jejak-jeka, "Kami" dan "Aku" dari
intelek adalah tali "ikal", itiada lagi "Aku" dan
"Kami" dalam tapa sepi pemabuk.
Di
kamar Hana Akiko, "Bunga Anak Terang", seorang geisha
terekmukan di Kyoto, apa pun menjadi wangi dan memabukkan. Parfum-nya tak lain
adalah keindahan dan kesempurnaan kecantikan Akiko, juga denting-denting shamishen
yang dipetiknya. Seperti gelombang musim gugur, saat harapan-harapan berjatuhan.
Atau seperti angin musim dingin, saat duka melanda. Atau seperti hangat musim
semi, dan mekarnya Sakura-Sakura. Atau seperti panas lembab musim panas yang
membakar dan terik, saat birahi menggelegak danpara lelaki pun kehausan.
Demikian pula dalam majlis peCinta, apa pun akan memabukkan.karena semua
bergerak dan berputar-putar mengitari Wujud Yang Maha Ayu. Karena di dalam
majlis esensi-esensi dan nama-nama mulai berlenyapan. Tiada lagi
"Kami", tiada lagi "Aku", yang ada hanyalah "Dia"
Si Ayu Yang Senantiasa Bertabir. Maka teguklah segelas air es di sana, niscaya
akan kau rasakan bak whisk dari ler, atau Heinekken dari Jerman.
Wa
allhou a’lam bi ash-showab
Cengkerama Ceria Cinta
(6)
Orang
Cinta tak kenal merana tak pula papa, kencan dan berpacaran saja urusannya,
bermunajat dengan kepala terbalik dan bibir di toilet, mata penuh tangis tangis
darah perawan, kepala senantiasa berada di kubangan pun di selokan pula,
bibirnya dipenuhi dengan bekas kecupan, Orang Cinta mana kenal derita mana pula
lara, sungguh Wajah Kekasih dan Bibirnya Yang Mendayu Merah dalam hatinya telah
bersemayam
Bulan
madu di atas pelangi, badan terasa mengawang-awang, dan bersama Ia, Sang Maha
Jelita (al-jamiil) peCinta asyik ma`syuk. Allahu Akbar. Maha
Besar Engkau Duhai Kekasih dalam KejelitaanMu, KeanggunanMu, KelembutanMu,
KeSayanganMu. Sungguh sejadah ini adalah peraduanMu, dan tubuh jasmani-
"ku" nan amat rapuh dan keropos ini adalah kendaraan bulan maduMu di
mana keJelitaanMu memukauku dalam kemahafaqiran dan kemahadho`ifan ‘kesegalaanku"
di alam yang penuh tarabir ini.
Sungguh
dengan Fatihah, sorot indah cahaya KejelitaanMu Yang Tak terperikan
berpendaran, Pujilah diriMu dengan Puja PujiMu dan jadikan aku sepercikan
zarrah PujiMu atas JelitaMu, sungguh tak perlu Kau, duhai Laylaku atas semua
puji, karena diriMu, jelitaMu, molekMu, indah tahi-lalatMu adalah SeIndah-Indah
Puji dan Sesempurna-sempurna Puja. Qulhu yang selalu mengantar ke
awang-awang tinggi, Kau-lah Sang Maha Dia, KejelitaanMu Tak Terperikan oleh
apa-pun melainkan Larik-Larik KemahajelitaanMu sendiri.
Bestari
tak kan ungkap luas bahari dengan sungai, maupun danau. Mentari tak kan singkap
terangnya sendiri dengan lilin, maupun kunangtak kuasa ucap apapun, tangan pun
di iris, para gadis karena Yusuf berandai, mereka terpukau tak hendak ungkap
apa pun, hati bergeletar bak belibis, JelitaMu adalah JelitaMu, Wamiz
berdendang
Kehidupan
ini bagi peCinta hanyalah kencan dan berpacaran. Ditemani seorang Gadis Gemulai
Yang MahaJelita, desahannya membuat hati berbunga-bunga. Ia senentiasa Diam
seribu bahasa, amat sedikit bicaranya, membuat Pandang MataNya semakin
menenung. Ia senantiasa Dekat dan duduk di sisiku, membuat purnama tampak tak
terlalu terang, dan aku semakin suka suasana remang. Duhai Jelitaku, Kau lah
satu-satunya keceriaan yang berlimpah, tak kuasa aku menatap WajahMu yang Maha
Jelita ke segala arah, juga BibirMu Yang Demikian Indah Memerah, tak kuasa aku
mendengar Cengkerama DiamMu yang membuat jiwaku melayang dalam alam misteri
yang demikian dalam.
Bermunajat
dengan kepala terbalik, sujud , dengan bibir di toilet,
lisan pun hati pun percaya diri pun terlebur dalam lautan kefaqiran yang
teramat asin. Ketakpunyaan apa pun di depan Kekasih. Tak membawa emas, tak juga
mutiara, tak juga perak. Tak membawa amal, tak pula iman, tak juga ihsan. Tak
membawa ketulusan, tak juga keikhlasan juga niat.Semua apa yang kuucapkan
padaMu duhai Kekasih, adalah keluar dari bibir yang busuk dan lisan yang
durhaka pula hati yang mahaegois. Tiada ketulusan apa pun dari aku si durjana
ini, karena itu kubenturkan kepalaku yang penuh dengan makar dan senantiasa
liar ini ke tanah, oh alangkah baiknya bila kulenyap saat ini, daripada
menanggung malu di depan Kekasih.
Bedak
dan gincu adalah topeng , bagi Laila Sang Maha Ranum, puji dan puja - ku pada
Mu, bak toilet yang hendak mewangikan parfum
Mata
penuh tangis darah perawan, penglihatan senantiasa melihat Yang
Terpuji dalam bentuk-bentuk yang selalu membaharu, bal hum fii labsin min
kholqin jadiidin. Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang
penciptaan yang baru. Nan Jelita namun senantiasa perawan, Nan Terang Ceria
namun senantiasa bertabir awan, bila sekejapan mataMu jua telah membuat setetes
menjadi bahari, maka bagaimana pula-lah putih pipiMu kan meletupkan lahar
Gunung Asmara, juga keriting rambutMu, juga kerlingMu? Duhai Sang Maha Perawan,
Yang Suci dan tak tersentuh apapun, Munfarid - Sendiri dalam
KeSendirianMu Yang Mutlak, IndahMu Nan Suci membuat semua bergolak bak darah
perjaka, dan hanya Kau-lah Layla Yang Dirindukan.
Kepala
senantiasa berada di kubangan pun di selokan pula, bibirnya dipenuhi dengan
bekas kecupan. FirmanNya; a lam yajidka yatiiman fa aawaa, wa wajadaka
dhoollan fahaadaa, wa wajadaka ‘aa`ilan fa aghnaa. Bukankah Ia mendapati
engkau dalam keadaan yatim lalu Ia melindungimu, Bukankah Ia mendapatimu
sebagai seorang yang bingung(sesat), lalu Ia memberimu petunjuk. Dan Ia
mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Ia memberikan kecukupan.
Sungguh Engkaulah Sang Maha Sarah Nan Jelita namun tak jijik kusta hamba, Yang
Wangi pun tak menjauh bahkan mengelus aroma tak sedap hamba, Yang Maha Suci
namun bahkan mengasihi jiwa lacur hamba,
Yang
Senantiasa Memberi Kelembutan tanpa membutuhkan balasan apa pun. Imam
‘Ali(‘a.s.) merintihkan; Yaa man arqodanii fii mihaadi umnihi wa amaanih, wa
aiqodhonii ilaa maa manahani bihi min minanihi wa ihsaanih, wa kaffa
akuffas-suu`I ‘anniii biyadihii wa sulthoonih Duhai Yang meletakkan ku pada
kemudahan dalam buaian keamanan dan perlindunganNya, dan Yang telah membangunkan
aku pada karunia dan kebaikan Nya yang telah diberikan kepadaku, dan yang
melindungi aku dari carak-cakar kejahatan dengan tanganNya dan kekuatanNya.
Sayyid
Ruhullah Al-Musawi Khomeini telah bersya`ir;
tiada
mana pun bagi ku , Duhai Sahabat, tapi adalah gang kecilMu, tiada apa pun dalam
isi kepalaku, tapi debu-debu di pintuMu, di pintu kedai, kuil, masjid dan
biara, ku telah jatuh dalam sujud, seolah kau menatap sekilas padaku, tiada
masalah yang selesai di seminari, tak pula oleh ucapan syeiikh, buhulan
kesulitanku kan dibuka oleh tatapanMu.
Manakala
bayangan Kekasih Yang Jelita telah mengisi pandangan, maka orang Cinta merintih
Indahnya KeJelitaanMu tak terperi oleh pandanganku, maka jadilah JelitaMu
sebagai pandanganku, dan pandanglah JelitaMu dengan CantikMu sendiri, duhai
Al-Jamiil. Dan dengarlah merdu suaramu dengan dendangMu sendiri, duhai
Al-Jamiil. Dan pula kemericikan sungai rahmatMu rasakanlah dengan Sifat
RahmanMu, Wahai Cahaya Yang Maha Kasih. Maka, hati atau hakikat atau ruh orang
Cinta seluruhnya menjadi embel-embelNya semata.
Orang
cinta tak kenal derita tak pula nestapa, karena Seluruh
Realitas (baginya maupun sebenarnya) hanyalah Keindahan Keriting RambutNya
ataupun Merah GincuNya. Sungguh Wajah Kekasih dan BibirNya Yang Merah
Mendayu dalam hatinya telah bersemayam.
Telah
kekal, wa yabqoo wajhu robbika dzu al-jalaali wa al-ikraam.
Dan kekallah Wajah TuhanMu yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Imam
Khomeini bersya`ir; dengan sekilasan pandang dariNya, mungkin setetes akan
menjadi Bahari. Imam ‘Ali (‘a.s.) merintih; Yaa man tawahhada bi al-‘izzi
wa al-baqa, wa qoharo ‘ibaadahu bi al-mauti wa al-fanaa`i. Wahai Nan Esa
dalam KeMuliaan dan Kekekalan, dan menaklukkan hamba-hambaNya dengan maut dan
kefanaan
Semua
adalah Wujud, dan Wujud itu Sempurna, Semua adalah Sempurna. Realitas kemarin,
esok maupun lusa, adalah Wujud, dan Sempurna. Cinta mengantar jiwa menuju
altar, disitulah jiwa menjadi kepompong dan Sang Maha Jiwa tersingkap. Wujud
adalah hakikat segala maupun belukar, Jelitanya adalah Esanya dalam segala nan
tak terungkap.
Engkau
Sendirian, Bertahta Sendirian, Bersemayam Sendirian, Bercengkerama Diam
Sendirian, Dalam Samudera KeagunganMu, Wahai Tuhan Khidir dan Musa, Wahai Tuhan
Muhammad dan ‘Ali, Wahai Tuhan Imam-Imam Yang Maksum, dan Wahai Tuhan Sekalian
Alam.
Wa
allohu a’lam bi ash-showab
Cengkerama Ceria Cinta
(7)
Orang
Cinta tak kenal sajadah tak pula mihrab,
berkelana
di bintang-bintang yang tinggi saja perjalanannya
menyelam
ke dasar samudera kolam renang air matanya,
di
situ didapatinya bintang bintang berkelipan
seperti
kejap-kejap kejora mata Sang Maha Ayu,
bintang-bintang
pun berkelipan di dasar samudera
Orang
Cinta mana kenal gurita mana pula hiu,
samuderanya
di penuhi ikan mas, ikan perak dan ikan mutiara, Tak Semua Samudera Mempunyai
Mutiara
Dan
melayanglah buaian Cinta Nan Sahdu hingga cahya binta-bintang nan tinggi
terlampaui. Orang cinta tak dibatasi sejadah dan tak pula mihrab, ia telah
terlepas dari sangkar formalisme syari’at, dan terbang melayang dengan sayap-sayap
harapannya menuju langit Hakikat yang teramat biru.
Al-Ittihad
al-‘aaqil wa al-ma’qul, kesatuan ( bukan persatuan) antara pemikir dan apa yang
difikirkannya. Dalam kitab Nafasu Ar-Rohmaan, dikutip sebuah hadist qudsi; Ana
‘inda zhonnii ‘abdi bii, Aku sesuai dengan persangkaan hambaKu atasKu. Tuhan,
yakni Sang Maha Realitas, adalah sesuai dengan apa yang ada dalam batin
hambaNya. Pentingnya zhonn kepada -Nya ini mungkin yang dirintihkan oleh
Kekasih para Mukminin, Ashdaqu-shiddiqqiin Imam ‘Ali bin Abi Thalib (‘a.s.)
dalam doa Kumail Ibn Ziyadnya; Haihaata maa dzaalika zhonnu bika Jauh Engkau
dari itu semua, bukanlah itu zhonn (persangkaan) atasMu.
Manakala
Majnun senantiasa berfikir tentang Layla, maka Majnun menjadi Layla. Hidungnya
menjadi seperti hidung Layla. Matanya menjadi keindahan dan kecantikan Layla
itu sendiri. Maka, orang Cinta yang mabuk dalam bayang-bayang Keindahan Sang
Maha Ayu, akan menjadi manifestasi Keindahan Sang Maha Ayu. Senyumnya demikian
lembut seperti Sarah, hingga bayi-bayi pun akan menyukainya. Elusnya demikian
romantis penuh getaran, hingga istri-istrinya pun akan merindukannya.
Pembicaraannya demikian mendalam bergelora bak samudera hingga akan
membangkitkan semangat-semangat pengorbanan yang terdalam. Gerak tubuhnya demikian
harmoni dengan semesta hingga seolah awan pun menaunginya, tanah pun merindukan
pijakannya, kemerisik daun-daun pohon jatuh mengiringinya seperti orkestra
Moonlight Sonata yang demikian lembut atau Air on G String dari Bach. Desah
nafasnya bak lagu Farsi, dar hawayat, mii parayam, mii parayam ruuze-syab
(dalam hawaMu, aku terbang, aku terbang, di suatu malam).
Majnun
demikian kumal tubuhnya,namun anehnya tiap debunya memancarkan wangi-wangian
yang aneh. Tak diperoleh dengan parfum Perancis maupun Isfahan, tak dengan
zat-zat kimia maupun zat-zat alami. Kesturi pun tak mampu menandinginya apa
lagi misik maupun kenari. Hanya peCinta sajalah yang tahu itu adalah aroma
darah hati dan air mata pengGila Cinta. Aroma debu-debu kulit Majnun adalah
wangi tubuh Layla sendiri, dan tidak lain. Demikian cintanya In Tay kepada San
Pek, hingga arak-arakan pengantin In Tay terseret badai dan In Tay tersedot
oleh kuburan San Pek sang kekasihnya dan akhirnya terkubur pula bersamanya.
Kau
dan aku, satu
Aku
jauh, Engkau jauh
Aku
dekat, Engkau dekat
Engkau
mati, Aku pun mati
Sungguh
Sang Maha Kekasih (Al-Waduudu) membius dan menenung segala zarrah yang maujud
dengan ketakjuban atas Jelita-Nya Sendiri sesuai dengan Hadits Qudsi; kuntu
kanzan makhfiyyan(Aku adalah perbendaharaan Yang Tersembunyi). Dia-lah Sang
Maha Perawan nan senantiasa perawan, yang JelitaNya berpendaran pada segala
namun tak tersentuh oleh segala.
Sifat-sifat
Jalaliyyah-Nya seperti Yang Maha Keras SiksaNya, Yang Maha Menyesatkan tak
mempunyai akar wujudiyyah. Hanyalah ciptaan fikiran saja. Sebagaimana yang
dirintihkan oleh Baginda ‘Ali (‘a.s.), kekasih para mukminin, dalam doa Kumail
Ibn Ziyad-nya; Haihaata anta akromu min ‘an tudhoyyi’a man robbaitah Jauh
Engkau dari itu, Engkau Terlalu Mulia untuk mencampakkan orang yang engkau
ayomi.
Menyelam
ke dasar samudera kolam renang air matanya, yakni orang Cinta sering mengalami
cobaan atau pun derita yang teramat dalam, namun malahan , di situ didapatinya
bintang bintang (harapan) berkelipan Sungguh Orang Cinta memandang sakit
sebagai nikmat, pahit sebagai obat, tamparan sebagai kecupan, cobaan sebagai
janji mesra, kehilangan di dunia sebagai janji kencan, tetakan pedang musuh
dalam bara pertempuran sebagai Kecupan Hangat Bibir Merah Kekasih, mati syahid
sebagai Arak-Arakan Pengantin bersama Kekasih, penjara dunia sebagai Kebebasan
Untuk Berkencan dengan Kekasih, sebagaimana dikisahkan Keluarga Rasul
(s.a.a.w.) dalam hal Syahidnya Imam Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib (‘a.s.) cucu
Rasulullah (s.a.a.w.) di padang Karbala, yakni agar Imam Husein(‘a.s.) mencapai
Kedudukan Yang Amat Tinggi di sisi Kekasih AbadiNya, Sang Maha Ayu, yang tak
mungkin dicapai kecuali dengan kesyahidan Beliau di Padang Karbala.
Seperti
kejap-kejap kejora mata Sang Maha Ayu, bintang-bintang pun berkelipan di dasar
samudera .Maka orang Cinta dipenuhi dengan Juta-juta bunga harapan dan
persangkaan baik(husnu azh-zhonn) kepada KekasihNya Yang Abadi, tak lain adalah
kepada Hakikat Semua Realitas yang dihadapinya. Seluruh samudera maknanya,
seluruh Realitas yang dirasakannya, sampai ke palung rahasia terdalamnya adalah
wewangian kesturi Asmara yang tiada terungkap uraian apa pun, ucapan apa pun
maupun ungkapan apapun. Husnu azh-zhonn - nya berkelipan terus menyinari
samudera kehidupannya dengan Harapan wa jannatin ‘ardhuha as-samaawaatu wa
al-ardhu, u’iddat lil-muttaqiin, dan(kepada) surga yang (luasnya) seluas langit
dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.
Ke
mana kucari, got selokan berbau parfum nan semerbak harum
Ke
mana kucari, tulang-tulang teri yang senikmat coto Bugis
Ke
mana kucari, airmata Ya`kub taklain Yusuf purnama senyum
Dalam
hati orang Cinta, di mana lembut Asmaranya memancar magis !
Orang
Cinta mana kenal hiu mana kenal gurita, samudera makna orang Cinta tak takut
maupun was-was dengan kenyataan apa pun yang dihadapinya. Karena hakikat
seluruh alam jasad adalah ruh, dan ruh ada di alam makna, maka semuanya ada di
alam makna, dan sungguh hanya Dia-lah Kekasih Nan Maha Ayu yang adalah ahadiyyu
al-ma’na. Hiu-hiu yang bertaring menjadi jinak karena Makna Sejatinya,
gurita-gurita berbelalai yang menyebarkan kegelapan menjadi menerangi karena
Makna Hakikinya, tak lain adalah Dia Gadis Sang Pembawa Cermin Yang Senantiasa
Bersolek dengan Bedak JelitaNya sendiri dan Gincu AyuNya sendiri dan Berdandan
dengan baju KeMahaMolekanNya sendiri. Tidak dikatakan olehnya taring menjadi
indah bak bibir merah, namun apa pun adalah Bibir Merah dan titik. Tidak
dikatakan gurita menjadi domba-domba jinak nan menyenangkan atau merpati yang
manja, namun apa pun adalah Sang Maha Manja. Karena Dia-lah Semua Makna,
KeTunggalan semua makna yang tak terperikan apa pun melainkan Indah-Nya
Sendiri.
Samuderanya
dipenuhi oleh ikan mas, ikan perak dan ikan mutiara, Tak Semua Samudera
Memiliki Mutiara. Makna Realitas dalam ruh Orang Cinta maupun dalam
imaji-imajinya adalah Keindahan gelinjang-gelinjang ikan-ikan yang
berwarna-warni dan bersalam-salaman dengan gelembungnya. Seperti akuarium
raksasa yang menyimban ribuan lumba-lumba bermata mutiara berkilauan, dan dapat
berbicara dengan bahasa-bahasa diamnya maupun kerlingnya.
O,
kasih, kauinginkan mutiara dan berlian, dan mengitari bazaar-bazaar ramai,
dan
di situ apa yang kau temukan?
Sungguh
mutiara-mutiara dan berlian di bazaar,
tak
pernah luput dari iri, tamak dan loba.
Mutiara
sejati? Adalah dalam samudera hatimu. Di dasarnya,
walau
terapung jelas dan meliputi seluruh samudera
.
Janganlah
mencari singa garang di taman safari,
karena
di sana mereka enggan berlari,
tapi
carilah harimau ganas di hutan rimba amazon,
kerna
di sana mereka garang sendiri
.
Sungguh
tak semua samudera memiliki mutiara,
namun
hati orang Cinta senantiasa berkilauan
bak
mata peri Cantik yang menenung,
ribuan
perjaka hingga tercenung.
Hati
dipenuhi imaji-imaji indah tentangNya. Ataukah imaji-imaji IndahNya ini yang
telah menjadi hati itu sendiri ? Maka Ruh yang terus menerus mabuk dalam
ingatan atas Wajah Cantik-Nya telah menjadi JelitaNya. Jiwa yang penuh harap
atas AmpunanNya, menjadi harapan AmpunanNya. Dan menjadi AmpunanNya itu
sendiri.
Mungkin
inilah yang dimaksud oleh Syaikh Al-Akbar dengan "Tuhan
"dicipta" dalam hati", atau yang disebut dalam sebuah riwayat
bahwa Tuhan tak dapat ditampung langit dan bumi namun ia dapat ditampung oleh
hati mukmin. Tuhan, yakni dalam maqom ZatNya Yang Maha Kudus, tak pernah
terperikan oleh apa pun. Tapi Tuhan, yakni dalam maqom sebagai Tuhan Sekalian
Alam (robb al-‘aalamiin) akan sesuai dengan apa-apa yang dibayangkan oleh
marbub (baca; insan yang dituhaninya) kepadaNya.
Sungguh
Tuhan adalah al-jam’u baina al-naqdayn , kumpulan dari sifat-sifat yang
bertentangan. Dia-lah Al-qoriibu (Yang Maha Dekat), Dia pula-lah
Al-ba’iidu(Yang Maha Jauh), maka dikatakan orang yang sedang berdoa mesti yakin
bahwa Allah adalah Yang Maha Dekat, hingga Allah akan benar-benar menjadi Yang
Maha Dekat dan akan mengabulkan doa-doanya. Wa idzaa sa`alaka ‘ibaadii ‘annii,
fa innii qoriib, ujiibu ad-da’wata ad-daa’I idzaa da’aan. Dan ketika hambaku
bertanya kepadamu tentang aku, maka sesungguhnya Aku dekat, ku kabulkan doa
orang yang berdoa ketika mereka berdoa.
Seorang
jahil mengatakan; kami tak membutuhkan syafa’at siapa pun, karena kami ingin
diadili seadil-adilnya oleh Tuhan. Kami tidak ingin seperti anak kecil. Seorang
dewasa harus bertanggung-jawab akan semua perbuatannya. Na’uudzubillaahi min
dzaalik. Padahal para Nabi dan para Wali, tak ada satu pun yang berani berdoa
Yaa Allah adililah kami seadil-adilnya, malahan mereka berdoa Yaa Allah
Ampunilah dosa-dosa kami seluruhnya. Atau, Yaa Allah tutupilah semua
kesalahanku. Atau, Yaa Allah tak kuharapkan apa pun kecuali karuniaMu. Betapa
sombong orang yang mengharapkan diadili seadil-adilnya oleh Allah. Mereka
benar-benar akan diadili oleh Allah sebagaimana keinginan mereka sendiri.
Innallooha
yaghfirudz-dzunuuba jamii’a Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa seluruhnya.
Dan bukankah junjungan kita YM Imam’Ali bin Abi Thalib (‘a.s.) merintihkan; am
kaifa askunu fi an-naari wa rojaa `I ‘afwuka Mungkinkah ku - tinggal di neraka
padahal harapanku adalah ampunan Mu. Di sini seolah disiratkan bahwa sekiranya
masih ada harapan atas ampunan Nya, maka tak mungkin seseorang akan disiksa
olehNya.
Duhai
Yang Harapan KepadaNya adalah satu Pintaan
dan
Pintaan KepadaNya tak pernah Ia Kecewakan
Duhai
Yang Jeritan Sakit KepadaNya adalah satu Permohonan
dan
Permohonan KepadaNya tak pernah Ia Patahkan
Duhai
Yang kefaqiran hambaNya kepadaNya adalah satu Kemestian
dan
tak pernah Ia jumpai kefaqiran melainkan Ia Cukupkan
Duhai
Yang kepapaan dan kesalahan hambaNya adalah Keniscayaan
dan
tak pernah Ia jumpa dengan dosa hambaNya melainkan Ia Sembunyikan
Bukankah
salah satu akibat dosa yang terberat adalah putus harapan? Imam ‘Ali bin Abi
Thalib YM menyebutkan dalam doa Kumail Ibn Ziyad, Allohummaghfiliya
adz-dzunuuba allatii taqtho’u ar-roja` Allohummaghfirliya adz-dzunuuba allatii
tunzilu al-bala`. Yaa Allah ampunilah diriku dari dosa-dosa yang memutuskan
harapan. Yaa Allah ampunilah diriku dari dosa-dosa yang menurunkan
bala`.Mungkin dapat diibaratkan dari doa tersebut bahwa putus harapan adalah
sebab bencana. Ditinjau dari sudut pandang lain dapat dikatakan putus
harapan-lah hakikat al-bala` atau bencana. Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin As-Sajjad
(‘a.s.) berdoa; … laa arjuu illa fadhlahu… , tak kuharapkan apa pun kecuali
karuniaNya. Kembali Imam ‘Ali bin Abi Thalib (‘a.s.) berseru kepada Allah, fa
bi’izzatika istajib li du’aa`ii, waballighni munaaya, wa laa taqtho’ min
fadhlika rojaa`ii.’ Demi KebesaranMu, perkenankan doaku, sampaikan diriku pada
cita-citaku, jangan putuskan harapanku akan KaruniaMu
Maka,
semoga hati sejahil-jahil makhluk dan hamba paling durhaka ini masih diisi
penuh oleh sangka baik pada Sang Maha Jelita. Semoga relung-relungnya yang
teramat kotor masih digeletarkan oleh Wahai hamba-hambaKu yang berlebihan atas
dirinya janganlah berputus asa akan Rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa seluruhnya. Semoga ruh hamba yang nista ini meninggalkan raga ini
dengan senyuman tangis harapan akan CintaNya, AmpunanNya dan Bahari RahmatNya,
juga cangkir al-haudh Mushtofa dan keluarganya yang disucikan. (s.’a. w.w.).
seluruhnya
kehidupan ini bak Rusa-Rusa bermata mutiara,
moga
hatiku masih terbuka untuk menatap kejapan mata nya nan bak kejora
seluruhnya
kehidupan ini bak padang perburuan rumput maupun sahara,
moga
dadaku masih bergairah dan birahi nyalang untuk memanah ataupun terpanah Asmara
seluruhnya
kehitupan ini bak Peri-Peri berwajah Cantik Membara,
moga
rasaku masih bergelora dan membara untuk memeluk Wajah Molek
Sang
Dara
seluruhnya
kehidupan ini bak arak-arakan nan Gembira,
moga
ceriaku masih b erkembangan bak bunga tulip untuk teriakkan yel-yel, Asmara ku
slalu dibuai Asmara
wa
allohu a’lam bi ash-showwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar