Kamis, 24 Maret 2016

erbit askar


RINGKASAN EKSEKUTIF
PENELITIAN POTENSI BRIKET BATUBARA
DI DESA KETEPUNG KECAMATAN KEBONAGUNG KAB. PACITAN








BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN STATISTIK
KABUPATEN PACITAN

Jalan Dr. Wahidin  Nomor 07 A Telp/Fax.  0357-885237 Pacitan

TAHUN 2008

A B S T R A K S I


Sumber energi merupakan satu hal yang penting dalam semua bidang kehidupan manusia, namun yang menjadi permasalahan adalah sumber energi fosil sebagai sumber energi utama cadangannya semakin menipis. Oleh karena itu, perlunya segera mencari bahan bakar alternatif sebagai pengganti kayu bakar dan minyak bumi dengan spesifikasi mendekati kayu bakar baik dari sisi karakteristik pembakaran dan karakteristik mekanik.
 Potensi sumberdaya mineral yang terkandung dalam perut bumi Kabupaten Pacitan sangat besar, salah satu potensi bahan galian non logam adalah adanya deposit batubara muda di Desa Ketepung kecamatan Kebonagung.
            Penelitian ini bertujuan untuk  mengetahui potensi deposit batubara di Desa Ketepung sebagai bahan alternatif, usaha pengembangannya serta mencari teknologi pembriketan yang efektif dan tepat.
 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, perlu ditindaklanjuti dengan sosialisasi dan diseminasi hasil penelitian yang telah dilakukan, guna meningkatkan pemahaman masyarakat akan sumber energi alternatif dan meminta masukan dari masyarakat guna penyempurnaan penelitian ini.
Perlunya rekayasa mesin pembriket secara mass production dengan harga terjangkau untuk kemudian dibantukan kepada masyarakat guna mendukung diversifikasi dan konservasi energi



K a t a  k u n c i   : Potensi, Briket batu bara

I.   PENDAHULUAN
Pemberlakuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah berpengaruh luas terhadap sistem perencanaan pembangunan di tingkat daerah, terutama otonomi pembangunan berada di tingkat daerah (kabupaten/kota). Dengan demikian pemerintah daerah akan memiliki kewenangan yang sangat besar dalam menentukan arah pembangunan daerahnya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Potensi sumberdaya mineral yang terkandung sangat besar, salah satu potensi bahan galian non logam adalah adanya deposit batubara muda di Desa Ketepung kecamatan Kebonagung.
Sumber energi merupakan satu hal yang penting dalam semua bidang kehidupan manusia, namun yang menjadi permasalahan adalah sumber energi fosil sebagai sumber energi utama cadangannya semakin menipis. Melihat permasalahan ini, terlihat bahwa perlunya segera mencari bahan bakar alternatif sebagai pengganti kayu bakar dan minyak bumi dengan spesifikasi mendekati kayu bakar baik dari sisi karakteristik pembakaran dan karakteristik mekanik.
Menangkap hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Pacitan telah merumuskan langkah-langkah strategis, dengan merumuskan kebijakan pembengunan ekonomi masyarakat melalui ”Strategi Gerakan Membangun Ekonomi Masyarakat Pacitan (GERBANG EMAS PACITAN)”, yang meliputi 11 strategi, telah menetapkan salah satu strategi tersebut adalah ”Optimalisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pengembangan Potensi Wilayah”  sangat prospektif untuk mengembangkan potensi batubara muda di desa Ketepung Kecamatan Kebonagung menjadi briket, karena memiliki ketersediaan bahan baku yang melimpah.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut,
·      Belum diketahuinya potensi tersimpan dan potensi siap garap briket batubara di Desa Ketepung Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan.
·      Belum adanya pengembangan briket batubara di Desa Ketepung Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan secara teritegral guna terwujudnya energi alternatif ramah lingkungan.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk :
·      Mengetahui potensi deposit batubara di Desa Ketepung sebagai bahan alternatif pengembangan briket batubara
·      Mencari teknologi pembriketan yang efektif dan tepat
Diharapkan dari hasil Penelitian ini akan diperoleh manfaat sebagai berikut :
·      Adanya nilai tambah ekonomi pada pengembangan briket batubara sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan penghasilan masyarakat dan dapat membuka peluang usaha baru bagi masyarakat.
·      Munculnya diversivikasi sumber energi di Kabupaten Pacitan yang bertumpu pada bahan baku lokal yang mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupeten Pacitan dalam kerangka otonomi daerah.

II.   METODOLOGI  PENELITIAN
Lokasi kegiatan penelitian ini di Desa Ketepung Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan. Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan NOPEMBER 2008 sampai dengan Desember 2008 (2 bulan). Pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut :
·      Survey lapangan untuk melihat potensi deposit batubara di desa Ketepung, kecamatan Kebonagung, kabupaten Pacitan.
·      Tahap pengumpulan dan pengeringan bahan baku
·      Bahan baku:batubara,  yang diambil dari Desa Ketepung,  jenis binder (perekat) yaitu lem kanji (cassava starch), lem kayu, tanah liat, semen,dan limestone (batu kapur) sebagai bahan pengikat polutan.
·      Uji Ultimate dan Proximate bahan baku
·      Pencacahan/sizing bahan baku : Batubara akan dicacah dengan ukuran yang homogen, dengan ukuran 20 mesh.
·      Pembuatan briket batubara : briket batubara dengan variasi jenis dan kadar binder, beban pengepresan serta besar temperatur
·      Briket batubara dibuat dengan menggunakan alat pengepres yang terbuat dari dongkrak berkapasitas 10 ton yang dilengkapi dengan pressure gauge. Briket batubara yang dibuat bentuk silindris dwngan berat 5 gram. Variasi penelitian perbandingan batu bara, jenis dan kadar binder. Komposisi briket adalah: batubara, lem kanji,  lem kayu, tanah liat dan semen, dengan perbadingan berat 5%, 10% dan  20 % terhadap berat batubara. Briket-briket yang telah dibuat kemudian dikeringkan dalam sebuah oven pengering dengan variabel penelitian temperatur pengeringan sebesar 100 0C, 110 0C dan 120 0C yang dikeringkan selama 90 menit.
·      Uji karakteristik pembakaran dan mekanik briket batubara.
·      Dalam penelitian ini, temperatur ruang bakar akan diatur pada 300 0C, dan kecepatan blower akan diatur pada 0 m/s, 0,2 m/s, 0,4 m/s, 0,6 m/s , 0,8 m/s dan 1 m/s.

III.   HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.    Karakteristik Batubara Mentah
Pengujian karakteristik dasar batubara mentah yang meliputi uji ultimate dan uji proximate. Data hasil pengujian karakteristik dasar dari batubara mentah yang digunakan untuk penelitian ditunjukan pada Tabel  3.1.
Tabel 3.1. Karakteristik Batubara Mentah
No
Karakteristik
Nilai


1.
Analisa ultimate :

§ Kadar Air (%)
9,54

§ Kadar Abu (%)
41,91

§ Kadar zat terbang (%)
24,53

§ Kadar karbon (%)
24,02

2.
Analisa proximate :

§ Nilai Kalor (kal/gr)
4850


Dari data hasil pengujian karakteristik dasar batubara mentah (tanpa proses pemanasan) tersebut di atas, maka dengan mengacu pada standar ASTM D-388 dapat diketahui bahwa jenis batubara yang digunakan dalam penelitian ini adalah batubara jenis Subbituminous C.

3.2.    Hasil Pengujian Karakteristik Briket Batubara  
a.         Pengaruh Jenis dan Kadar Binder Terhadap Karakteristik Pembakaran Briket Batubara

Pengaruh jenis dan kadar binder (perekat) terhadap karakteristik pembakaran briker batubara yang diteliti terlihat dalam gambar 3.1 sampai dengan gambar 3.4. Dalam gambar tersebut, terlihat bahwa pemilihan jenis dan kadar binder (perekat) yang tepat akan mempengaruhi karakteristik pembakaran briket batubara yang diteliti. Pengaruh yang muncul akibat pemilihan jenis dan kadar perekat tersebut adalah tingginya temperatur pembakaran dan lamanya pembakaran.
Perekat lem  kanji dan lem kayu memberikan temperatur pembakaran yang lebih tinggi dengan waktu pembakaran yang lebih pendek, sebaliknya perekat berupa tanah liat dan semen memberikan temperatur pembakaran yang lebih rendah dengan waktu pembakaran lebih lama. Hal tersebut dapat dipahami, karena tanah liat dan semen bersifat penyimpan panas dan tidak terbakar, sehingga tanah liat dan semen akan menyerap panas yang muncul selama proses pembakaran dan menyimpannya sehingga waktu pembakaran lebih lama. Sebaliknya lem kanji dan lem kayu bukan penyerap panas sehingga kedua jenis perekat tersebut tidak menghalangi panas yang muncul sewaktu pembakaran sehingga temperatur yang dihasilkan lebih tinggi dengan waktu yang relatif lebih cepat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pemilihan jenis dan kadar binder yang tepat akan mempengaruhi karakteristik pembakaran briket batubara, terutama dalam hal ikatan antar partikel yang berimbas pada porositas briket, yang pada akhinya akan mempengaruhi proses diffusivitas udara kedalam briket (yang merupakan faktor penting dalam proses pembakaran).

Gambar 3.1. Karakteristik Temperatur Pembakaran Briket Batubara Berperekat Lem Kanji Akibat Variasi Kadar Perekat (Binder) Pada Kecepatan Aliran Udara 0 m/s

Gambar 3.2. Karakteristik Temperatur Pembakaran Briket Batubara Berperekat Lem Kayu Akibat Variasi Kadar Perekat (Binder) Pada Kecepatan Aliran Udara 0 m/s


Gambar 3.3. Karakteristik Temperatur Pembakaran Briket Batubara Berperekat Tanah Liat Akibat Variasi Kadar Perekat (Binder) Pada Kecepatan Aliran Udara 0 m/s

Gambar 3.4. Karakteristik Temperatur Pembakaran Briket Batubara Berperekat Semen Akibat Variasi Kadar Perekat (Binder) Pada Kecepatan Aliran Udara 0 m/s
b.        Pengaruh Temperatur Pengeringan Terhadap Karakteristik Pembakaran Briket Batubara

Pengaruh temperatur pengeringan briket batubara terhadap karakteristik pembakaran terlihat dalam gambar 3.5 sampai dengan gambar 3.8. Kenaikan temperatur pengeringan briket batubara memberikan dampak yang cukup nyata pada briket dengan binder lem kanji dan lem kayu, dimana kenaikan temperatur pengeringan briket menyebabkan naiknya temperatur pembakaran yang dihasilkan oleh briket batubara.


Gambar 6.5. Karakteristik Temperatur Pembakaran Briket Batubara Berperekat Lem Kanji 10 % Akibat Variasi Temperatur Pengeringan Pada Kecepatan Aliran Udara 0 m/s


Gambar 6.6. Karakteristik Temperatur Pembakaran Briket Batubara Berperekat Lem Kayu 10 % Akibat Variasi Temperatur Pengeringan Pada Kecepatan Aliran Udara 0 m/s

Gambar 6.7. Karakteristik Temperatur Pembakaran Briket Batubara Berperekat Tanah Liat 10 % Akibat Variasi Temperatur Pengeringan Pada Kecepatan Aliran Udara 0 m/s


Gambar 6.8. Karakteristik Temperatur Pembakaran Briket Batubara Berperekat Semen 10 % Akibat Variasi Temperatur Pengeringan Pada Kecepatan Aliran Udara 0 m/s

c.         Karakteristik Mekanik Briket Batubara yang Diteliti
Karakteristik mekanik briket batubara yang diteliti, meliputi kekuatan tekan briket dan ketahanan impak (kejut) briket batu bara. Dalam gambar 3.9 dan gambar 3.10 disajikan gambar perbandingan kekuatan tekan dan ketahanan impak briket batubara yang diteliti. Tampak bahwa dengan semakin bertambahnya kadar binder maka kekuatan tekan semakin besar, hal ini dapat dipahami karena dengan semakin banyaknya perekat, maka ikatan antar partikel akan semakin kuat sehingga menyebabkan ketahanan tekan briket semakin besar. Sementara dari jenis binder yang digunakan, terlihat bahwa briket dengan binder semen memiliki kekuatan tekan yang terbesar, diiukuti oleh tanah liat, lem kayu dan lem kanji. Sementara ketahanan impak briket batubara (yang dinyataka dengan massa tersisa setalah satu kali jatuhan), terlihat bahwa briket dengan perekat semen dan lem kayu memiliki ketahan impak yang relatif sama disusul oleh briket dengan binder tanah liat dan kanji, dengan satu kecederungan semakin besar kadar perekat maka semakin besar ketahanan impak yang dimiliki.

Gambar 6.9. Perbandingan Kekuatan Tekan Briket Batubara Akibat Variasi Jenis dan   Kadar Binder

Gambar 6.10. Perbandingan Ketahanan Impak Briket Batubara Akibat Variasi Jenis dan   Kadar Binder
d.        Karakteristik Pembakaran Briket Batubara Terbaik Hasil Penelitian Akibat Variasi Kecepatan Aliran Udara
Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka ditetapkan briket batubara terbaik hasil penelitian adalah briket batu bara dengan binder lem kayu sebesar 10 % yang dikeringkan pada temperatur 110 0C selama 90 menit. Hasil pengujian terhadap kecepatan aliran udara disajikan dalam gambar 3.11. Dalam gambar tersebut tampak bahwa karakteristik temperatur pembakaran briket batubara yang dipilih lebih tinggi dari pada temperatur pembakaran kayu bakar untuk semua variabel kecepatan aliran udara. Namun karakteristik pembakaran briket batubara yang terbaik didapatkan pada kecepatan aliran udara 0,2 m/s.


Gambar 6.11. Perbandingan Karakteristik Pembakaran Briket Batubara Terbaik Dengan Kayu Bakar Pada Berbagai Variasi Kecepatan Aliran Udara

e.         Briket Batubara Terbaik Hasil Penelitian  
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat direkomendasikan briket batubara terbaik hasil penelitian yaitu briket batubara dengan binder lem kayu sebesar 10 % yang dikeringkan pada temperatur 110 0C selama 90 menit. Adapun karakteristik briket batubara tersebut adalah memiliki kekuatan tekan sebesar 415 kg/cm2 dan memiliki massa tersisa 90 % dari massa awal setelah satu kali jatuhan. Temperatur pembakaran yang dihasilkan berkisar antara 320 0C sampai dengan 570 0C dengan kecepatan aliran udara yang menghasilkan karakteristik temperatur pembakaran terbaik sebesar 0,2 m/s. Dan mampu terbakar selama 40 menit-50 menit. (semua data pembakaran didasarkan atas massa briket batubara sebesar 5 gram).
Sementara kayu memiliki karakteristik pembakaran yang terbaik pada kondisi aliran 0 m/s, dengan temperatur pembakaran yang dihasilkan oleh kayu bakar berada dalam kisaran 400 0C sampai dengan 440 0C selama 24 menit , sedangkan kekuatan tekan kayu bakar  352 kg/cm2 tanpa ada pengurangan massa setelah jatuhan pertama.

IV.   KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa,
a.         deposit batu bara di Kabupaten Pacitan merupakan batubara jenis Subbituminous C dan prospektif untuk dikembangkan menjadi sumber energi alternatif melalui proses pembriketan dan varian prosesnya
b.         briket batubara terbaik hasil penelitian yaitu briket batubara dengan binder lem kayu sebesar 10 % yang dikeringkan pada temperatur 110 0C selama 90 menit. Adapun karakteristik briket batubara tersebut adalah memiliki kekuatan tekan sebesar 415 kg/cm2 dan memiliki massa tersisa 90 % dari massa awal setelah satu kali jatuhan. Temperatur pembakaran yang dihasilkan berkisar antara 320 0C sampai dengan 570 0C dengan kecepatan aliran udara yang menghasilkan karakteristik temperatur pembakaran terbaik sebesar 0,2 m/s. Dan mampu terbakar selama 40 menit-50 menit. (semua data pembakaran didasarkan atas massa briket batubara sebesar 5 gram).


4.2.     Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, perlu ditindaklanjuti dengan sosialisasi dan diseminasi hasil penelitian yang telah dilakukan ini, guna meningkatkan pemahaman masyarakat akan sumber energi alternatif dan meminta masukan dari masyarakat guna penyempurnaan penelitian ini.
Perlunya rekayasa mesin pembriket secara mass production dengan harga terjangkau untuk kemudian dibantukan kepada masyarakat guna mendukung diversifikasi dan konservasi energi

























DAFTAR PUSTAKA

BPS Kabupaten Pacitan. 2007. Kabupaten Pacitan Dalam Angka 2007.
Eddi dan Budi., 2000. Bahan Bakar dan Pembakaran, Kuliah Mesin Konversi Energi, Departemen Teknik Mesin, UNS, Surakarta.
Imam, F., 2006. Pengaruh Bahan Pengikat terhadap Karakteristik Pembakaran dan Sifat Mekanis Briket Campuran Green Coke-Breze Coke. Makalah Tugas Akhir. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Niode, N., 1988. Pembuatan dan Pemanfaatan Briket dari Batubara Kalimantan, Hasil-hasil Loka Karya Energi 9-10 Agustus 1988, Pertamina-Komite Nasional Indonesia-World Energy Council, Jakarta.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumberdaya Mineral Kab. Pacitan. 2007. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Pacitan.
Samodra, S, dkk, 1992. Peta Geologi Lembar Pacitan skala 1 : 100.000
Sukandarrumidi, 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Tresnadi, H., 1999. Analisis Kualitas Endapan Batubara Klawas di Bukit Asam di Tanjung Enim, Sumatera Selatan,  Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam, BPPT, Jakarta.
















KALA GEOLOGI.

Kajian perkembangan bumi di lakukan berdasarkan ukuran tertentu yang di sebut kala atau waktu geologis. Waktu geologis ini diketahui berdasarkan pengukuran dan pengamatan terhadap lapisan-lapisan batuan.

Tiap lapisan batuan terbentuk pada masa tertentu dan menyimpan berbagai informasi pada saat pembentukannya, seperti kondisi alam serta jenis hewan dan tumbuhan yang hidup pada masa tersebut.. dengan kata lain, umur bumi serta pembagian masa dalam perkembangan bumi dapat di ketahui dari batuan yang ada di permukaan bumi.

Banyak ilmuwan telah berupaya untuk mengetahuiumur bumi dan proses perkembangan muka bumi hingga menjadi seprti sekarang. Terkait dengan hal tersebut, umur bumi di nyatakan dalam waktu geologi. Secara umum, waktu geologi dapat di golongkan  menjadi waktu geologi relatif dan waktu geologi numerik atau waktu geologi absolut. Waktu geologi relatif adalah pengelompokan peristiwa-peristiwa geologis berdasarkan urutan terajadinya.

Waktu geologi relatif tidak menggunakan satuan yang dapat di ukur, seperti tahu, hari, atau jam. Di lain pihak, waktu geologi numerik adalah pengukuran yang dilakukan terhadap peristiwa-peristiwa geologis dengan menggunakan satuan yang dapat di ukur, misalnya tahun.

Salah satu ilmuwan yang mencoba mengukur bumi adalah William Thomson atau Lord Kelvin. Ia melakukan percobaan untuk memperkirakan  waktu yang di perlukan bumi untuk mendingin sejak pembentukannya. Kelvin berpendapat bahwa usia bumi adalah sekitar 30 hingga 100 juta tahun. Saat ini, metode ilmiah yang di anggap paling tepat untuk mengukur usia bumi adalah dengan pengukuran waktu paruh terhadap isotop unsur radioaktif yang terkandung dalam batuan. Berdasarkan pengukuran waktu paruh peluruhan uranium -238 hingga menjadi timbal -206 pada batuan, di ketahui umur bumi sekitar 4,5 miliar tahun.

Sejarah Pembentukan Bumi Berdasarkan Zaman

Masa Arkeozoikum (4,5 – 2,5 milyar tahun lalu). Arkeozpoikum artinya Masa Kehidupan Purba, Masa Arkeozoikum (Arkean) merupakan masa awal pembentukan batuan kerak bumi yang kemudian berkembang menjadi protokontinen. Batuan masa ini   ditemukan di beberapa bagian dunia yang lazim disebut kraton/perisai benua. Coba perhatikan, masa ini adalah masa pembentukan kerakbumi. Jadi kerakbumi terbentuk setelah pendinginan bagian tepi dari “balon bumi” (bakal calon bumi). Plate tectonic / Lempeng tektonik yang menyebabkan gempa itu terbentuk pada masa ini. Lingkungan hidup mas itu tentunya mirip dengan lingkungan disekitar mata-air panas.

Batuan tertua tercatat berumur kira-kira 3.800.000.000 tahun. Masa ini juga merupakan awal terbentuknya Indrosfer dan Atmosfer serta awal muncul kehidupan primitif di dalam samudera berupa mikro-organisma (bakteri dan ganggang). Fosil tertua yang telah ditemukan adalah fosil Stromatolit dan Cyanobacteria dengan umur kira-kira 3.500.000.000 tahun.

Masa Proterozoikum (2,5 milyar – 290 juta tahun lalu). Proterozoikum artinya masa kehidupan awal. Masa Proterozoikum merupakan awal terbentuknya hidrosfer dan atmosfer. Pada masa ini kehidupan mulai berkembang dari organisme bersel tunggal menjadi bersel banyak (enkaryotes dan prokaryotes). Enkaryotes ini akan menjadi tumbuhan dan prokaryotes nantinya akan menjadi binatang.

Menjelang akhir masa ini organisme lebih kompleks, jenis invertebrata bertubuh lunak seperti ubur-ubur, cacing dan koral mulai muncul di laut-laut dangkal, yang bukti-buktinya dijumpai sebagai fosil sejati pertama. Masa Arkeozoikum dan Proterozoikum bersama-sama dikenal sebagai masa Pra-Kambrium.

Zaman Kambrium (590-500 juta tahun lalu). Kambrium berasal dari kata “Cambria” nama latin untuk daerah Wales di Inggeris sana, dimana batuan berumur kambrium pertama kali dipelajari. Banyak hewan invertebrata mulai muncul pada zaman Kambrium. Hampir seluruh kehidupan berada di lautan. Hewan zaman ini mempunyai kerangka luar dan cangkang sebagai pelindung. Fosil yang umum dijumpai dan penyebarannya luas adalah, Alga, Cacing, Sepon, Koral, Moluska, Ekinodermata, Brakiopoda dan Artropoda (Trilobit). Sebuah daratan yang disebut Gondwana (sebelumnya pannotia) merupakan cikal bakal Antartika, Afrika, India, Australia, sebagian Asia dan Amerika Selatan. Sedangkan Eropa, Amerika Utara, dan Tanah Hijau masih berupa benua-benua kecil yang terpisah.

Zaman Ordovisium (500 – 440 juta tahun lalu). Zaman Ordovisium dicirikan oleh munculnya ikan tanpa rahang (hewan bertulang belakang paling tua) dan beberapa hewan bertulang belakang yang muncul pertama kali seperti Tetrakoral, Graptolit, Ekinoid (Landak Laut), Asteroid (Bintang Laut), Krinoid (Lili Laut) dan Bryozona. Koral dan Alga berkembang membentuk karang, dimana trilobit dan Brakiopoda mencari mangsa. Graptolit dan Trilobit melimpah, sedangkan Ekinodermata dan Brakiopoda mulai menyebar. Meluapnya Samudra dari Zaman Es merupakan bagian peristiwa dari zaman ini. Gondwana dan benua-benua lainnya mulai menutup celah samudera yang berada di antaranya.

Zaman Silur (440 – 410 juta tahun lalu). Zaman silur merupakan waktu peralihan kehidupan dari air ke darat. Tumbuhan darat mulai muncul pertama kalinya termasuk Pteridofita (tumbuhan paku). Sedangkan Kalajengking raksasa (Eurypterid) hidup berburu di dalam laut. Ikan berahang mulai muncul pada zaman ini dan banyak ikan mempunyai perisai tulang sebagai pelindung. Selama zaman Silur, deretan pegunungan mulai terbentuk melintasi Skandinavia, Skotlandia dan Pantai Amerika Utara.

Zaman Devon (410-360 juta tahun lalu). Zaman Devon merupakan zaman perkembangan besar-besaran jenis ikan dan tumbuhan darat. Ikan berahang dan ikan hiu semakin aktif sebagai pemangsa di dalam lautan. Serbuan ke daratan masih terus berlanjut selama zaman ini. Hewan Amfibi berkembang dan beranjak menuju daratan. Tumbuhan darat semakin umum dan muncul serangga untuk pertama kalinya. Samudera menyempit sementara, benua Gondwana menutupi Eropa, Amerika Utara dan Tanah Hijau (Green Land).

Zaman Karbon (360 – 290 juta tahun lalu). Reptilia muncul pertama kalinya dan dapat meletakkan telurnya di luar air. Serangga raksasa muncul dan ampibi meningkat dalam jumlahnya. Pohon pertama muncul, jamur Klab, tumbuhan ferm dan paku ekor kuda tumbuh di rawa-rawa pembentuk batubara. Pada zaman ini benua-benua di muka bumi menyatu membentuk satu masa daratan yang disebut Pangea, mengalami perubahan lingkungan untuk berbagai bentuk kehidupan. Di belahan bumi utara, iklim tropis menghasilkan secara besar-besaran, rawa-rawa yang berisi dan sekarang tersimpan sebagai batubara.

Zaman Perm (290 -250 juta tahun lalu). “Perm” adalah nama sebuah propinsi tua di dekat pegunungan Ural, Rusia. Reptilia meningkat dan serangga modern muncul, begitu juga tumbuhan konifer dan Grikgo primitif. Hewan Ampibi menjadi kurang begitu berperan. Zaman perm diakhiri dengan kepunahan micsa dalam skala besar, Tribolit, banyak koral dan ikan menjadi punah. Benua Pangea bergabung bersama dan bergerak sebagai satu massa daratan, Lapisan es menutup Amerika Selatan, Antartika, Australia dan Afrika, membendung air dan menurunkan muka air laut. Iklim yang kering dengan kondisi gurun pasir mulai terbentuk di bagian utara bumi.

Zaman Trias (250-210 juta tahun lalu). Gastropoda dan Bivalvia meningkat jumlahnya, sementara amonit menjadi umum. Dinosaurus dan reptilia laut berukuran besar mulai muncul pertama kalinya selama zaman ini. Reptilia menyerupai mamalia pemakan daging yang disebut Cynodont mulai berkembang. Mamalia pertamapun mulai muncul saat ini. Dan ada banyak jenis reptilia yang hidup di air, termasuk penyu dan kura-kura. Tumbuhan sikada mirip palem berkembang dan Konifer menyebar. Benua Pangea bergerak ke utara dan gurun terbentuk. Lembaran es di bagian selatan mencair dan celah-celah mulai terbentuk di Pangea.

Zaman Jura (210-140 juta tahun lalu). Pada zaman ini, Amonit dan Belemnit sangat umum. Reptilia meningkat jumlahnya. Dinosaurus menguasai daratan, Ichtiyosaurus berburu di dalam lautan dan Pterosaurus merajai angkasa. Banyak dinosaurus tumbuh dalam ukuran yang luar biasa. Burung sejati pertama (Archeopterya) berevolusi dan banyak jenis buaya berkembang. Tumbuhan Konifer menjadi umum, sementara Bennefit dan Sequola melimpah pada waktu ini. Pangea terpecah dimana Amerika Utara memisahkan diri dari Afrika sedangkan Amerika Selatan melepaskan diri dari Antartika dan Australia. zaman ini merupakan zaman yang paling menarik anak-anak setelah difilmkannya Jurrasic Park.

Zaman Kapur (140-65 juta tahun lalu). Banyak dinosaurus raksasa dan reptilia terbang hidup pada zaman ini. Mamalia berari-ari muncul pertama kalinya. Pada akhir zaman ini Dinosaurus, Ichtiyosaurus, Pterosaurus, Plesiosaurus, Amonit dan Belemnit punah. Mamalia dan tumbuhan berbunga mulai berkembang menjadi banyak bentuk yang berlainan. Iklim sedang mulai muncul. India terlepas jauh dari Afrika menuju Asia. zaman ini adalah zaman akhir dari kehidupan biantang-binatang raksasa.

Zaman Tersier (65 – 1,7 juta tahun lalu). Pada zaman tersier terjadi perkembangan jenis kehidupan seperti munculnya primata dan burung tak bergigi berukuran besar yang menyerupai burung unta, sedangkan fauna laut sepert ikan, moluska dan echinodermata sangat mirip dengan fauna laut yang hidup sekarang. Tumbuhan berbunga pada zaman Tersier terus berevolusi menghasilkan banyak variasi tumbuhan, seperti semak belukar, tumbuhan merambat dan rumput. Pada zaman Tersier – Kuarter, pemunculan dan kepunahan hewan dan tumbuhan saling berganti seiring dengan perubahan cuaca secara global.

Zaman Kuarter (1,7 juta tahun lalu – sekarang). Zaman Kuarter terdiri dari kala Plistosen dan Kala Holosen. Kala Plistosen mulai sekitar 1,8 juta tahun yang lalu dan berakhir pada 10.000 tahun yang lalu. Kemudian diikuti oleh Kala Holosen yang berlangsung sampai sekarang. Pada Kala Plistosen paling sedikit terjadi 5 kali jaman es (jaman glasial). Pada jaman glasial sebagian besar Eropa, Amerika utara dan Asia bagian utara ditutupi es, begitu pula Pegunungan Alpen, Pegunungan Cherpatia dan Pegunungan Himalaya Di antara 4 jaman es ini terdapat jaman Intra Glasial, dimana iklim bumi lebih hangat.

Manusia purba jawa (Homo erectus yang dulu disebut Pithecanthropus erectus) muncul pada Kala Plistosen. Manusia Modern yang mempunyai peradaban baru muncul pada Kala Holosen. Flora dan fauna yang hidup pada Kala Plistosen sangat mirip dengan flora dan fauna yang hidup sekarang.